YLKI Nilai Kenaikan Cukai Rokok Kurang Tinggi
- pixabay/tel15202
VIVA.co.id – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai rencana kenaikan cukai rokok, yang disampaikan pemerintah melalui Kementerian Keuangan, dengan rata-rata 10,54 persen pada 2017, tidak bisa menahan laju konsumsi masyarakat. Kenaikan cukai rokok yang layak diusulkan minimal sebesar 20 persen, atau dua kali lipat dari kenaikan yang direncanakan.
Sekretaris Pengurus Harian YLKI, Agus Suyatno mengatakan, jika harga rokok lebih mahal, justru akan semakin bagus untuk menekan konsumsi pemula. Karena, hal itu sesuai dengan tujuan bersama untuk memutus mata rantai konsumsi rokok untuk perokok pemula.
"Jadi, semakin tinggi harga rokok, akan memutus rantai rokok pemula. Kalau rokok sekarang, perokok pemula itu kan rata-rata anak 10 tahunan, nah dengan harga rokok yang tinggi mereka akan berfikir ulang untuk mulai coba-coba mengonsumsi rokok, karena harganya tinggi," kata Agus Suyatno kepada VIVA.co.id saat dihubungi, Jakarta, Senin 3 Oktober 2016.
Menurut dia, kenaikan cukai sebesar 10,54 persen juga tidak sejalan dengan aspirasi publik yang telah terbentuk beberapa waktu lalu. Diketahui, Pada survei yang sempat membuat heboh berbagai kalangan, harga rokok harusnya mencapai Rp50 ribu agar masyarakat dapat berhenti merokok.
"Kalau yang adiktif, mereka tidak akan peduli dengan harga rokok yang mahal itu, Jadi, minimal kenaikan cukai dua kali lipat daripada sekarang. Artinya, minimal 20 persenlah (cukai rokok). Kalau itu tujuannya untuk mengendalikan konsumsi rokok, khususnya di tingkat remaja, atau pemula," kata dia.
Kenaikan 10,54 persen ini juga disebut lebih rendah ketimbang kenaikan tarif cukai yang diberlakukan pada tahun 2016 sebesar 11,19 persen.
Menurut dia, pemerintah yang menaikkan cukai rokok sebesar 10,54 persen hanya melihat dari sisi inflasi dan pertumbuhan ekonomi saja. Sementara itu, untuk daya beli sendiri, tidak dipertimbangkan oleh pemerintah. (asp)