Pemerintah Diminta Tidak Jor-joran Naikkan Tarif Cukai Rokok

ilustrasi rokok
Sumber :
  • pixabay/tel15202

VIVA.co.id –  Pemerintah bersama DPR saat ini sedang mengkaji target dan tarif kenaikan cukai tembakau. Penerimaan negara untuk APBN 2017 dianggap banyak bergantung pada penerimaan dari sektor tersebut. 

70% Toko Kelontong Terancam Tutup, Pedagang Tolak Aturan Jual Rokok 200 Meter dari Sekolah

Menanggapi hal ini, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Muhaimin Moeftie, meminta pemerintah untuk tidak eksesif dalam menaikkan tarif cukai rokok. Sebab, volume industri terus menurun sejak dua tahun lalu.

"Sampai Agustus tahun ini, volume produksi masih belum stabil dan bisa dibilang lebih kecil dibanding tahun lalu," tuturnya dikutip dari keterangan resminya, Selasa 27 September 2016 

Aparsi Tolak RPP Kesehatan Soal Batas Jual Rokok 200 Meter dari Sekolah: Merugikan

Moeftie khawatir, bila tarif penerimaan cukai tetap tinggi, bisa-bisa produksinya akan semakin anjlok. "Dan ini tentu berdampak terhadap industri," katanya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Forum Masyarakat Industri Rokok Indonesia (Formasi), Suharjo, menyoroti rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai Hasil Tembakau (PPN HT) sebesar 10 persen. 

Tekan Prevalensi Merokok, Pemerintah Diminta Bantu Edukasi soal Produk Tembakau Alternatif

"Kenaikan seharusnya dilakukan secara bertahap dari tahun ke tahun, bukan tiba-tiba menjadi 10 persen," katanya.

Seperti yang telah disepakati sebelumnya antara Kementerian Keuangan dengan industri, kenaikan PPN HT dilakukan bertahap dari tahun ke tahun, mulai dari 8,7 persen menjadi 8,9 persen di tahun 2017. Lalu di tahun berikutnya naik menjadi 9,1 persen hingga terus naik di 2019.

Rencana kenaikan yang tiba-tiba ini, menurut Suharjo, merupakan langkah panik pemerintah untuk menutupi kekurangan penerimaan negara.

"Bila dipaksakan industri akan terkena imbasnya. Mulai dari serapan tembakau yang berkurang hingga produksi yang menurun. Efek domino dari kenaikan ini akan memperparah kondisi industri," ujarnya. 

Sementara itu, Anggota Banggar DPR dari Fraksi PPP, Amir Uskara, mengatakan, kenaikan cukai memang seharusnya tidak lebih dari inflasi karena akan berdampak pada industri. Saat ini, DPR sedang merumuskan tarif cukai dengan kenaikan maksimal di enam persen. Sebab, bila kenaikan lebih dari itu maka industri akan kena dampaknya. 

"Jadi harus mempertimbangkan berbagai aspek dalam penentuan tarif cukai. Jangan sampai melebihi daya beli masyarakat," katanya. 

Menurut Amir pemerintah saat ini belum melakukan ekstensifikasi target cukai. Sehingga lagi-lagi cukai tembakau yang dinaikkan.

"Sebaiknya pemerintah harus segera memikirkan ekstensifikasi target cukai agar lebih beragam," katanya. 

Dalam kesempatan berbeda Anggota DPR Komisi XI, Anna Muawanah, berpendapat ada dua hal yang bisa dilakukan pemerintah ketimbang menaikkan penerimaan tarif cukai. Pertama harus dilakukan intensifikasi, yakni menambah jumlah produksi dari industri rokok. 

"Dengan demikian mereka akan membayar cukai lebih banyak," katanya 

Selanjutnya, kata Anna, pemerintah bisa melakukan ekstensifikasi, yakni penambahan objek cukai. Seperti yang kita ketahui objek cukai di Indonesia masih sedikit. 

"Dengan adanya penambahan objek cukai maka penerimaan akan lebih tinggi," jelasnya.
 

Rak rokok di minimarket (foto ilustrasi)

DPR Kritik Keras Kebijakan Kemasan Rokok Polos: Bikin Rokok Ilegal Merajalela

Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, mengkritik keras wacana kebijakan kemasan polos tanpa merek bagi produk tembakau.

img_title
VIVA.co.id
10 September 2024