Untung Hanya Rp83 Triliun, Pertamina Hanya Bebani Masyarakat
VIVA.co.id – Keuntungan PT Pertamina (Persero) dari penjualan BBM subsidi yang mencapai Rp8,3 triliun di semester I lalu dinilai terlalu besar. Kondisi ini menunjukkan bahwa BUMN ini justru membebani masyarakat dengan harga BBM yang mahal. Padahal dengan harga minyak mentah (ICP) yang lebih rendah, Pertamina dapat menjual BBM lebih murah.
"Kami malah tahunya dari media soal keuntungan PT Pertamina yang besar dari jualan BBM subsidi ini. Komisi VII belum pernah diberikan Laporan Keuangan Pertamina. Tetapi dari harga BBM yang berlaku, memang rasanya pertamina untung besar karena jual harga jauh di atas harga keekonomiannya," kata Gus Irawan Pasaribu, Ketua Komisi VII DPR, Senin 26 September 2016.
Menurutnya, sebagai BUMN, PT Pertamina seharusnya bisa mengoptimalkan keuntungannya dari bisnis non BBM subsidi. Misalnya dari sektor hulu migas yang memang menjadi wilayah kerja utama Pertamina.
"Situasi ekonomi yang sulit ini, janganlah justru Pertamina membebani rakyat," kata Politisi Gerindra ini.
Berdasar laporan keuangan PT Pertamina, pada semester I 2016 terungkap meraih untung hingga US$755 juta dari pelaksanaan Public Service Obligation (PSO) dan penugasan (kerosene, LPG 3 kg, solar dan premium non Jamali).
Rinciannya, keuntungan dari penjualan BBM PSO dan penugasan mencapai USD637 juta atau sekitar Rp8,3 triliun dan dari LPG 3 kg sebesar USD117 juta atau sekitar Rp1,5 triliun.
Dalam penjelasannya, PT Pertamina menyatakan bahwa laba usaha BBM PSO 449,9 persen lebih tinggi dibandingkan periode sama 2015. Tingginya kenaikan laba ini disebabkan oleh rendahnya biaya produk sejalan dengan penurunan harga MOPS (Mid Oils Platts Singapore) dan harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang merupakan komponen pembentuk biaya produk.
Realisasi ICP di semester I-2016 hanya USD36,16 per barel, jauh dibawah RKAP Pertamina sebesar USD50 per barel. Maka dengan modal harga minyak yang rendah dan menjual BBM dan LPG subsidi di harga tinggi, Pertamina mampu mengantongi EBITDA sebesar USD4,1 miliar, dengan EBITDA margin 23,9 persen atau 128 persen dari RKAP yang dirancang perusahaan. Sementara laba bersihnya mencapai USD1,83 miliar, 113 persen lebih tinggi dari RKAP perseroan. (webtorial)