Agar Hulu Migas Kompetitif, Menkeu Siapakan Insentif Fiskal
- www.dpi.vic.gov.au
VIVA.co.id – Kementerian Keuangan mempersiapkan insentif fiskal dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 tentang biaya operasi yang dapat dikembalikan (cost recovery) dan perlakuan pajak penghasilan di bidang usaha hulu minyak dan gas (migas).
Staf Ahli Bidang Penerimaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Astera Primanto Bhakti mengatakan, revisi aturan tersebut saat ini tengah difinalisasi. Nantinya, hasil kajian di Kemenkeu dalam waktu dekat akan segera diserahkan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Kami sudah ada titik final. Kami akan sampaikan kepada ESDM. Mudah-mudahan ESDM tanggapannya tidak lama," ungkap Astera saat ditemui di kantornya, Jakarta, Rabu 21 September 2016.
Pemberian insentif fiskal tersebut, kata Astera, memang mempertimbangkan adanya keluhan yang menyatakan bahwa industri migas dalam negeri menjadi tidak kompetitif. Sehingga, ini pun nantinya menjadi daya tarik bagi para pelaku usaha di bidang hulu migas.
"Makanya kami kasih insentif supaya feasible. Tidak ada alasan buat kontraktor investasi di sini," katanya.
Astera mengatakan, pemberian insentif tersebut berbentuk keringanan perpajakan. Bisa berupa Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), atau Pajak Bumi Bangunan (PBB). Langkah ini dilakukan, agar iklim investasi di Indonesia mampu bersaing dengan negara-negara lain.
"Concern orang-orang selama ini kami tawarkan project kurang feasible. Makanya, kami kasih insentif biar investasi naik dan lifting naik," kata Astera.
Dengan adanya pemberian insentif tersebut, ada kekhawatiran penerimaan negara berpotensi menurun. Namun menurut Astera, pemberian insentif tersebut mampu memiliki implikasi yang berkelanjutan bagi perekonomian nasional.
"Kami tidak lihat (pemberian insentif) sebagai potensial loss. Dengan masuknya investor baru, akan bergerak. Tolong dilihat positif saja," ungkapnya.