Sri Mulyani Turun Tangan Hadapi Gugatan UU Tax Amnesty

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Sumber :
  • ANTARA/Rosa Panggabean

VIVA.co.id – Sidang pleno pertama uji materi Undang-Undang Tax Amnesty, digelar hari ini di Mahkamah Konstitusi, Selasa, 20 September 2016. Pada sidang perdana ini, MK telah mendengarkan keterangan dari pihak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) dan dari pihak pemerintah.

Respons Kadin soal Usulan Tax Amnesty Jilid III pada 2025

Sidang ini dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang didampingi oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sebagai bagian dari perwakilan pemerintah. Sementara dari pihak parlemen, diwakili oleh Ketua Komisi XI DPR Melchias Markus Mekeng.

Usai sidang, dalam konfrensi persnya Sri Mulyani tak banyak berbicara. Ia hanya mengatakan bahwa pada sidang pleno pertama ini, pihaknya hanya ingin menyampaikan pandangan pemerintah terkait urgensi diberlakukannya UU Tax Amnesty.

Respons Pengusaha soal Rencana Tax Amnesty Jilid III

"Kami telah menyampaikan pandangan dari pemerintah. Jadi mungkin tidak ada hal yang bisa disampaikan dulu dari sidang kali ini," kata Sri di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa, 20 September 2016.

Sementara itu, Ketua Komisi XI DPR Melchias Markus Mekeng menegaskan, pihaknya juga hanya menyampaikan kejelasan mengenai UU Perpajakan, sekaligus menanggapi gugatan yang diajukan oleh pihak pemohon.

Peran Politisi Golkar Misbakhun Dorong Reformasi Sektor Keuangan Berbuah Penghargaan

"Prinsipnya, DPR hanya memberikan kejelasan tentang UU Perpajakan, dan memberikan jawaban dari hal-hal yang diajukan oleh pihak pemohon," ujarnya.

Gugatan UU Tax Amnesty ini dilayangkan ke MK oleh empat pihak. Mereka adalah Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI), Leni indrawati, Yayasan Satu Keadilan, dan serikat buruh yang terdiri dari DPP Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI).

Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia dalam permohonan perkaranya menyebut, UU Tax Amnesty ini melukai rasa keadilan masyarakat, karena bersifat diskriminatif dengan membedakan kedudukan warga negara sebagai warga negara pembayar pajak, dan warga negara tidak membayar pajak.

Selain itu, mereka juga menilai bahwa ketentuan dalam UU Tax Amnesty seakan-akan justru memberikan hak eksklusif pada pihak yang tidak taat bayar pajak, dalam bentuk pembebasan sanksi administratif, proses pemeriksaan, dan sanksi pidana.

Sementara dari kelompok serikat buruh, mereka menyatakan bahwa UU Tax Amnesty ini justru membuat penegakan hukum seperti menjadi alat tukar, bagi uang tebusan yang sangat rendah. Apalagi hal itu dilakukan demi mengejar pertumbuhan ekonomi semata, yang dianggap tidak pernah menguntungkan buruh.

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya