Bambang Haryo Kritik Harga Energi yang Mahal

Anggota Komisi VI DPR RI Bambang Haryo Soekantono
Sumber :

VIVA.co.id – Harga energi listrik dan gas yang masih mahal dikritik Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Bambang Haryo Soekartono. Harga kedua produk energi itu masih terlalu mahal bila dibandingkan harga di negara tetangga.

Medco E&P Kembali Pasok Gas ke Pupuk Sriwijaya dan Teken LoA

Bambang melontarkan kritiknya di hadapan pemerintah saat rapat Banggar yang dipimpin Wakil Ketua Banggar Said Abdullah, Senin 19 September 2016. Harga listrik mahal, karena harga energi primernya yang dijual ke PLN tidak realistis.

“Masyarakat sebenarnya bisa mendapatkan harga listrik yang sangat murah apabila energi primer yang dijual ke PLN itu betul-betul harga yang sebenarnya,” kata Bambang.

Peran Realistis Hulu Migas dalam Transisi Energi

Politisi Partai Gerindra ini lalu mengungkapkan temuannya, PLN Balikpapan menggunakan solar sebagai energi primer. PLN Balikpapan harus membeli Rp6.000 per liter. Sedangkan di pasaran harga energi minyak non subsidi hanya Rp4.900 per liter.

Kritik juga disampaikan Bambang menyangkut harga gas. Ia mengungkapkan, harga internasional seperti di Singapura untuk sampai ke tangan pengguna harganya 3,8 USD/MMBTU. Di Malaysia sekitar 3,8-3,9 USD/MMBTU.

Cadangan Melimpah, RI Butuh Inisiatif Kejar Target Produksi Migas

“Mereka membelinya dari Indonesia. Tapi, PLN beli gas yang ditetapkan oleh SKK Migas sendiri seharga 7 USD/MMBTU atau bahkan lebih,” ujar Anggota Komisi VI ini.

Bambang menyerukan agar harga gas dikembalikan ke harganya yang realistis. Ini penting pula untuk membantu pembangunan infrastruktur energi. Menurutnya, infrastruktur energi sangat dibutuhkan oleh jutaan usaha di Indonesia termasuk masyarakat.

“Harga elpiji dibandingkan harga LNG dan CNG empat kali lipat dari harga pasar. Ternyata, menggunakan elpiji jauh lebih mahal daripada CNG,” kata politisi dari dapil Jatim Jatim I ini.

Seperti diketahui, Liquified Natural Gas (LNG) berasal dari gas alam yang digunakan untuk industri dan BBG. Sementara Compressed Natural Gas (CNG) berasal dari gas alam untuk BBG.  Bambang berharap, sistem perpipaan bisa masuk ke semua lini kebutuhan masyarakat. Dengan begitu, harga energi primer yang dibutuhkan masyarakat lebih murah dan tidak perlu lagi subsidi.

“Mohon pemerintah bisa memperhatikan ini dan bisa mengusahakan, karena masyarakat sudah membayar pajak tanpa ngemplang. Pemerintah harus mengusahakan infrastruktur energi terutama gas dan minyak,” ujarnya. (www.dpr.go.id)

Gedung Direktorat Jenderal Pajak

Lampaui Target, Penerimaan Pajak 2023 Tembus Rp 1.869,2 Triliun

Menkeu Sri Mulyani mengungkapkan penerimaan pajak sepanjang tahun 2023 mencapai Rp 1.869,2 triliun. Angka ini melampaui target yaitu sebesar 108,8 persen dari target 2023

img_title
VIVA.co.id
2 Januari 2024