Hunian Perkantoran di CBD Masih Potensial Hingga 2020
- VIVAnews/Adri Irianto
VIVA.co.id – Meski semua sub sektor masih mengalami perlambatan dalam serapan pasar, atau permintaan, tingkat hunian di pasar perkantoran Indonesia, khususnya Jakarta, dimungkinkan akan tetap naik. Peningkatan tersebut, tercatat cukup besar di kawasan pusat bisnis, atau Central Business District (CBD).
Kepala Departemen Office Leasing PT Savills Consultants Indonesia, Leny Soedojo mengatakan, tingkat hunian di pasar perkantoran yang masih akan naik di kawasan CBD, diperkirakan berlanjut hingga 2020, dan tingkat huniannya diperkirakan dapat mencapai lebih dari dua juta meter persegi (m2).
"Sampai beberapa tahun ke depan, mengingat masih banyaknya proyek perkantoran yang akan masuk ke pasar, maka tingkat hunian kemungkinan masih akan naik, terlebih di kawasan CBD," kata Leny, di kutip dari riset Savills, Jumat 9 September 2016.
Sedangkan Kepala Departemen Riset dan Konsultasi Savills Indonesia, Anton Sitorus mengatakan, sampai pertengahan 2016, tingkat hunian di kawasan CBD berada pada kisaran 84 persen dan di luar kawasan CBD mencapai sekitar 77 persen.
Menurut dia, capaian tersebut pada tahun ini memang mengalami perlambatan dalam serapan pasar, sehingga tingkat hunian baik di kawasan CBD dan luar kawasan CBD terlihat sedikit alami penurunan.
Berdasarkan riset, sepanjang semester I penyerapan ruang kantor di kawasan CBD mencapai sekitar 29 ribu m2, atau kurang dari 30 persen dari penyerapan sepanjang 2015. Dan, untuk penyerapan di luar kawasan CBD mencapai 84 ribu m2, atau sekitar 65 persen dari penyerapan tahun lalu.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Savills Consultants Indonesia, Jerrrey Hong, mengungkapkan meski alami perlambatan, pasar properti Indonesia khususnya Jakarta masih sangat menarik bagi investor lokal maupun investor asing.
Menurut dia, besarnya pangsa pasar dan tingginya potensi peningkatan jangka menengah panjang membuat developer asing mencoba menjajaki bisnis di Jakarta. Bahkan, belakangan ini perusahaan dari Tiongkok dan Korea, semakin agresif di Indonesia mengikuti perusahaan Singapura dan Jepang yang sudah dahulu masuk. (asp)