Pengaturan Mengenai Hakim Saat Ini Masih Bersifat Parsial
VIVA.co.id – September 2016 RUU Jabatan Hakim menjadi salah satu RUU dalam daftar Program Legislasi Nasional RUU Tahun 2015-2019. Pembentukan RUU Jabatan Hakim adalah sebagai tindak lanjut Putusan MK Nomor 32/PUU-X11/2014 dan 43/PUU-X11/2015.
Dalam Konpers yang digelar di ruang rapat, Pimpinan Komisi III mengatakan pengaturan mengenai Hakim saat ini masih bersifat parsial dan tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan.
"Belum ada landasan hukum bagi perbaikan penataan Hakim sejak rekrutmen, pengangkatan, pembinaan, pengawasan, perlindungan, dan pemberhentian dalam suatu sistem kekuasaan kehakiman yang lebih baik," ujar Trimedya Panjaitan, Rabu 7 September 2016.
Menurut Trimedya, hakim sebelumnya merupakan PNS diubah statusnya menjadi pejabat negara. Arah pengaturan dari undang-undang ini adalah dalam rangka menjaga independensi, meningkatkan profesionalisme hakim, dan kehormatan hakim.
"Menempatkan independensi Hakim di atas independensi Iembaga, pengembalian fungsi hakim dalam posisi pemutus perkara, memurnikan dari jabatan administratif, serta mengarah pada pengembalian fungsi lembaga," ujarnya.
Lebih lanjut dijelaskan, poin-poin krusial didalam RUU ini adalah sebagai berikut:
1. Mengenai kedudukan hakim sebagai Pejabat Negara (Hakim Tk. Pertama/PengadilanNnegeri, Hakim Banding dan Hakim tingkat Kasasi). Menjadi pembahasan juga terhadap kedudukan Hakim Ad Hoc.
2. Keterlibatan Komisi Yudisial (KY) dalam proses seleksi Pengangkatan Hakim Tk. Pertama dan tetap perlu dilibatkan dalam hal pengawasan rekrutmen hakim pada Tk. Pertama.
3. Syarat-syarat peserta pendidikan calon hakim Tk. Pertama, antara lain memiliki pengalaman praktik di bidang hukum sebagai Advokat, Jaksa, Polisi, Notaris, Mediator, atau Arbiter tersertifikasi paling singkat 5 tahun.
4. Untuk dapat diangkat menjadi Hakim Tinggi, harus berpengalaman paling singkat lima tahun sebagai Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan Tk. Pertama atau paling singkat berpengalaman 15 tahun sebagai Hakim Pengadilan Tk. Pertama.
5. Keterlihatan pihak lain dalam proses promosi-promosi, mutasi, dan uji kompetensi calon Hakim Tinggi. Baik promosi maupun mutasi diakomodasi dalam tim. Dernikian juga dalam hal uji kompetensi hakirn rrielibatkan Perrjuruan Tinggi.
6. Usia Pengangkatan Hakim Agung paling rendah (empat puluh lima) tahun dan paling tinggi 60 (enam puluh) tahun. Berdasarkan ketentuan pasal 31 RUU ini, Hakim Agung memegang jabatan sebanyak lama 5 (lima) tahun dan dapat ditetapkan kembali dalam jabatan yang sarna setiap (lima) tahun berikutnya berdasarkan hasil evaluasi yang disampaikan kepada DPR RI untuk mendapatkan persetujuan diangkat kembali menjadi Hakim Agung.
Untuk Sistematika RUU ini terdiri atas: BAB I (Ketentuan Umum) memuat definisi mengenai hakim, jabatan hakim, pejabat negara, Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. BAB II (Asas dan Tujuan) mengatur rnengenai asas dan tujuan penyelenggaraan jabatan hakim. BAB III Ruang lingkup didalam RUU ini meliputi Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer. BAB IV meliputi tugas hakim dalam memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara. BAB V memuat ketentuan mengenai hak keuangan, cuti, dan fasilitas (rumah jabatan milik negara, sarana transportasi milik negara, jaminan kesehatan, kedudukan protokol, dan jaminan keamanan dalam melaksanakan tugas).BAB VI (Manajemen Hakim) meliputi pengangkatan, pembinaan, pengawasan, pelindungan dan pemberhentian hakim. BAB VII (Ketentuan Peralihan) dan BAB VIII (Ketentuan Penutup). (webtorial)