Emisi Batu Bara akan Dominasi Langit Indonesia
- ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
VIVA.co.id – Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman mengatakan, ke depan, emisi udara di Indonesia didominasi dari produksi energi, terutama berasal dari batu bara.
Sementara itu, dari 2013 dan diperkirakan hingga 2022, pertumbuhan pembangkit listrik tenaga batu bara di Indonesia mencapai porsi 160 persen, seiring perkembangan ekonomi.
"Pada masa lalu, emisi terbesar datang dari kebakaran hutan. Tetapi, di masa depan, porsi terbesar penyumbang emisi datang dari energi. Kalau kita lihat, mayoritas datang dari batu bara. Ini menjadi konsen kita," kata Jarman di Hotel Borobudur pada Selasa 6 Agustus 2016.
Ia mengatakan bahwa pemerintah memiliki komitmen pada 2030, target penurunan emisi dapat dicapai. Pemerintah melalui kebijakan energi nasional yang tertuang dalam bentuk Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) untuk 2015-2025 yang sudah disahkan komisi VII DPR RI, telah menjabarkan mengenai perkiraan kebutuhan energi yang akan dikembangkan.
"Sudah jelas bahwa (pada) 2025, porsi pada batu bara 50 persen, mix dengan energi baru (energi baru terbarukan/EBT) 25 persen, gas 24 persen, oil (BBM) satu persen," ujarnya.
Pihaknya berharap, dengan skema tersebut, emisi dapat dikendalikan. Kemudian, dari sisi teknologi, ia menyebutkan akan digunakannya alat untuk mengintervensi hasil emisi dari produksi energi.
Jarman menambahkan, Teknologi High Efficiency Low Emissions (HELE), akan diaplikasikan dalam infrastruktur pengolahan energi batu bara di Indonesia. Artinya, Indonesia akan mengimpor teknologi tersebut. Mengingat, Indonesia saat ini belum mampu memproduksi teknologi setara HELE.
Chief Executive World Coal Association (WCA) Benjamin Sporton mengatakan, teknologi HELE dapat mengurangi emisi karbondioksida (CO2) sebanyak 35 persen. Menurutnya, teknologi ini lebih efisien dibanding teknologi sebelumnya.
"Teknologi tersebut memungkinkan Indonesia untuk terus menggunakan sumber daya batu baranya yang berlimpah dalam memenuhi permintaan energi yang terus meningkat dan mendorong pertumbuhan ekonomi, sembari tetap memenuhi target pengurangan emisinya dalam Perjanjian Paris," tutur Benjamin.
Perlu diketahui, Perjanjian Paris merupakan kesepakatan yang dirumuskan di dalam ranah Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) untuk mengatur seputar mitigasi, adaptasi, serta pembiayaan emisi gas rumah kaca mulai 2020. (asp)