Pemerintah Tidak Fokus Pencegahan dan Penindakan Karhutla
VIVA.co.id – Terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah (Polda) Riau terhadap 15 perusahaan yang sempat menjadi tersangka pembakaran hutan dan lahan (Karhutla) pada tahun 2015, menunjukan penanganan tidak fokus pada pencegahan dan penindakan namun lebih pada reaktif situasional.
Anggota Komisi Lingkungan Hidup Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Rofi Munawar melihat bahwa pemerintah lewat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan belum optimal mengumpulkan bukti-bukti penyebab kebakaran hutan dan memonitoring perkembangan tuntutan terhadap pelaku kebakaran hutan tersebut.
"Jika kasus ini dimonitoring dengan baik dan dikumpulkan bukti-bukti yang memadai dalam prosesnya, maka tidak perlu ada keterkejutan dari pemerintah, Presiden maupun usaha tiba-tiba menemukan proses novum baru dalam penyelidikan" ucapnya.
Rofi menjelaskan, dengan SP3 tersebut publik seakan menafsirkan bahwa peristiwa Karhutla yang berdampak hebat pada tahun 2015 ternyata hanyalah kejadian alam biasa dan bukan tindakan pelanggaran korporasi. Padahal kejadian kebakaran hutan dan lahan terjadi di area hutan produksi dan terjadi sangat masif yang berdampak pada polusi udara, gangguan penyakit dan sampainya asap hingga negara lain.
"Tindakan pencegahan dan Penindakan belum menjadi perhatian utama dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan, pemerintah selama ini lebih cenderung terjebak kepada pemadaman saat kejadian dibandingkan mengusut tuntas kebakaran yang kerap terjadi setiap tahun" ujar legislator asal Jawa Timur ini.
Dirinya juga menyinggung kabar di social media mengenai pertemuan pejabat kepolisian Riau dengan Pengusaha hutan agar dijadikan pelajaran bahwa para penegak hukum harus mampu menempatkan diri dengan profesional dan proporsional dalam berinteraksi, terlebih jika pihak-pihak atau perusahaan tersebut ternyata telah ditetapkan melakukan pelanggaran.
Sebagaimana diketahui, kebakaran hutan hebat terjadi di Riau pada Juli tahun lalu. Dalam kebakaran tersebut ditemukan unsur kesengajaan yang akhirnya menyeret 15 perusahaan serta 25 orang ke meja hijau. Namun, polisi menerbitkan SP3 pada Januari 2015 atau tiga bulan setelah penetapan tersangka korporasi. (webtorial)