Tak Ada Satu pun Komisoner Titipan Industri
- Dokumentasi KPI
VIVA.co.id – Dewan Perwakilan Rakyat RI akhirnya memilih sembilan komisioner Komisi Penyiaran Indonesia baru. Usai dipilih, sembilan komisioner KPI periode 2016-2019 langsung menggelar rapat guna memilih ketua. Pemilihan yang dilakukan dengan cara voting tersebut akhirnya dimenangkan Yuliandre Darwis. Dosen Universitas Andalas Padang ini berhasil mengungguli kandidat lain.
Meski masih terbilang muda, pria yang pernah mendapat predikat sebagai Tokoh Peduli Penyiaran oleh Komisi Penyiaran Indonesia pada tahun 2016 ini dipercaya untuk menakhodai lembaga yang bertugas mengawasi lembaga penyiaran tersebut.
Pria yang akrab disapa Andre ini mengakui, tak mudah memimpin KPI. Sejumlah tantangan sudah menghadang, mulai dari soal perpanjangan izin televisi, revisi UU Penyiaran, digitalisasi penyiaran hingga maraknya kampanye atau iklan politik yang dilakukan di televisi. Â
Ketua Umum Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) ini tak menampik, jika selama ini KPI dianggap sebagai macan ompong. Ia juga sadar, banyak kalangan yang meragukan kapasitas komisioner baru KPI. Untuk itu, ia akan memaksimalkan peran dan kinerja KPI. Ia juga sudah menyiapkan sejumlah program selama memimpin KPI. Berikut petikan wawancara VIVA.co.id dengan pria kelahiran Jakarta, 21 Juli 1980 ini.Â
Apa saja yang sudah Anda lakukan setelah terpilih menjadi Ketua KPI?
Pertama, saya berusaha memahami administrasi dan beradaptasi dengan kesekretariatan atau kesekjenan. Selain itu, kami juga sudah melakukan pleno pertama. Di sana semua komisioner hadir menyamakan satu visi satu pikiran bagaimana ini bisa menjadi lembaga yang responsif dan secara aktif menangani persoalan-persoalan yang menjadi kewenangan KPI.Â
Berarti masih adaptasi ya?
Iya betul. Kita masih beradaptasi dengan seluruh komisioner, menyatukan visi dan misi. KPI ini kan terdiri sembilan komisioner. Frame kesembilan orang ini harus dikuatkan dulu, begitu juga dengan tim di kesekjenan atau kesekretariatan KPI.
Apa saja pekerjaan rumah yang ditinggalkan komisioner lama?
Pertama tentang perpanjangan izin siaran 10 stasiun TV. Kedua bagaimana ada rekomendasi dalam mekanisme pemberian sanksi.Â
Selain itu?
Revisi UU Penyiaran. Kemudian menyikapi tentang digitalisasi. Karena digitalisasi kesepakatan awalnya kan di bulan Juni 2015. Salah satu kesepakatannya waktu itu negara-negara berkembang dapat melaksanakan paling lambat tahun 2020. Tapi Indonesia masih berkutat dengan diskusi panjang, bahkan sampai terjadi perdebatan ke masalah undang-undang. Nah, ini menjadi hal yang penting sebenarnya.
Kenapa?
Karena setelah era digitalisasi muncul lagi nanti masalah konvergensi. Nah, berarti memang UU Penyiaran ini harus disempurnakan. Karena saat ini ada UU Penyiaran dan di sisi lain ada UU Telekomunikasi. Di antara itu ada yg namanya internet services. Kalau bicara tentang siaran itu menjadi tanggung jawab UU Penyiaran dengan KPI. Bicara tentang provider telekomunikasi ada tanggung jawab UU Telekomunikasi. Nah, di tengah-tengah ini belum ada undang-undangnya.
Berarti ada gap atau celah yang kosong ya?
Iya, ada celah di situ. Kekosongan itu yang dimanfaatkan oleh asing. Kedaulatan negeri ini terganggu dengan masalah itu.
Lalu apa yang akan Anda lakukan?
Selain sebagai Ketua KPI saya masih menjabat Ketua Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia. Di ISKI saya menggagas yang namanya kedaulatan komunikasi.
Kedaulatan komunikasi?
Iya. Karena posisi kedaulatan komunikasi di negara kita ini paling rawan.
Maksudnya?
Misalnya terkait maraknya pesan berantai atau broadcast. Masifnya informasi terkait kasus pemerkosaan terhadap bocah di Bengkulu itu bukan termotivasi dari televisi tapi dari informasi seperti itu. Dan ini menjadi tanda tanya besar bagi negara ini siapa yang bisa menjadi badan regulator untuk itu.
Itu sudah masuk dalam revisi UU Penyiaran?
Kami kan sebelumnya belum terlibat. Terakhir kami dapat informasi, ada sekitar 200 pasal yang akan dimasukkan dalam UU Penyiaran itu. Tapi sekarang baru ada 70 an yang dibahas. Berarti masih banyak yang belum dibahas.
Nah, saat ini KPI sedang mengawal itu. Memang beberapa poin penting tadi harus disampaikan ke dalam parlemen. Karena ini harus bulat semuanya. Jadi jangan sampai nanti UU diketuk tapi permasalahan-permasalahan yang serius dalam hal penyiaran justru lolos.
Menurut Anda, kira-kira poin apa saja yang harus masuk dalam revisi RUU Penyiaran?
Saya pikir aturan yang harus diatur dengan jelas, pertama iklan politik. Jadi iklan politik itu harus seperti apa. Kedua, masalah digitalisasi. Ketiga, masalah konvergensi.
Selain itu?
Bagaimana konten lokal yang 10 persen dalam P3SPS itu harus didefinisikan. Apakah 10 persen itu harus disiarkan secara serentak setiap jam tertentu di TV jaringan nasional atau bagaimana?Â
Selama ini KPI dianggap sebagai macan ompong. Tanggapan Anda?
Saya pikir UU Penyiaran tahun 2002 itu sudah baik. Dalam artian dalam konteks pemberian sanksi siaran kan memang pertama diberikan teguran. Kemudian sanksi dan kemudian sanksi yang berujung pencabutan izin siar program, pengurangan durasi program, dan terakhir mencabut legalitas industri siaran. Meski, rekomendasi itu seperti mata uang.Â
Maksudnya?
Karena setengahnya ada di Kominfo, setengahnya lagi ada di KPI. Artinya dalam masalah pemberian izin dan sanksi Kominfo dalam hal ini Presiden tentu harus memiliki pemikiran yang sama apa yang dilakukan sesuai data-data yang dimiliki KPI.
Bagaimana Anda melihat isi siaran televisi kita?
Kalau masalah isi siaran, sekarang sudah banyak perubahan. Acara-acara mistis sudah mulai berkurang, pornografi sudah tidak ada. Ke depan yang harus diatur dalam undang-undang bukan hanya industri saja yang dihukum, tapi pengisi acara juga harus dihukum.
Kenapa?
Karena ada ruang publik yang mereka pakai misalnya tiga jam dia live, tiba-tiba dia telanjang. Nah, itu siapa yang salah? KPI pasti menyalahkan industri, karena industri membiarkan ruang publik dipakai untuk itu.
Salah satu stasiun televisi di Amerika pernah memberikan sanksi kepada artis yang buka baju dalam sebuah acara. Nah, pengisi acara kita juga harus dikenakan seperti itu. Artis-artis itu harus diberikan sanksi apakah ada potongan honor, potongan jam tampil dan yang lain. Kalau itu dilakukan secara live.
Kalau off air?
Kalau off air tentu yang salah industri. Karena ada quality control, proses editing dan sebagainya.
Siapa yang akan memberikan sanksi pada pengisi acara kalau itu terjadi?
KPI. Itu harusnya sama dengan kewenangan KPI mencabut waktu siaran program.
Sejumlah politisi memiliki stasiun televisi dan mereka kerap menggunakan stasiun televisinya untuk kampanye. Tanggapan Anda?
Di UU Penyiaran memang tidak diatur dengan baik tentang iklan politik. Yang diatur itu iklan komersial dan iklan layanan masyarakat. Ke depan, iklan politik memang harus diatur juga dalam sebuah undang-undang. Dan KPI tidak bisa membuat aturan sendiri terkait peraturan yang tidak ada dalam UU.
Lalu apa yang bisa dilakukan KPI?
KPI paling mungkin menyesuaikan dengan UU yang ada, yang diatur oleh KPU. Kalau bicara politik, KPI tetap mengacu pada ketentuan peraturan KPU. Kalau KPU misalnya mengatakan, ada calon yang melanggar melalui siaran TV, nanti KPI yang menegur atau menanyakan pihak industri yang menayangkan orang itu.
Bagaimana dengan kasus MNC Group yang sangat intens mengkampanyekan Perindo?
Nah ini memang menarik. Kalau dilihat dari status hukum di Kemenkumham, lembaga ini kan memang belum terdaftar sebagai salah satu partai politik, baru terdaftar sebagai ormas. Tapi memang di satu sisi kita tahu Perindo adalah ormas yang mengarah kepada partai politik. Namun, KPI tetap berpegang pada keputusan Kemenkumham, bahwa ini bukan parpol karena belum terdaftar secara administrasi sebagai parpol.
Begitu juga dengan misalnya ada tokoh yang sering muncul di stasiun TV yang tiba-tiba muncul sebagai calon atau punya tujuan politik tertentu. Makanya tadi saya bilang undang-undang harus jelas mendefinisikan politik itu seperti apa. KPI itu tidak bisa menggeneralisir semua orang memiliki kepentingan politik ketika muncul ke ruang publik. Kalau sudah ada definisi yang jelas seperti ada bukti administrasinya, dan kejelasan lainnya baru kita bisa bertindak.
Artinya, KPI ingin mempertegas atau memasukkan definisi itu ke dalam UU?
Harus. Karena kalau tidak ini akan selalu lempar-lemparan seperti sekarang ini. Seolah-olah KPI lemah dalam masalah ini. KPI tidak lemah, ranah KPI jelas, kalau ada unsur SARA, pornografi kita langsung tindak.
Rencana digitalisasi televisi terkesan jalan di tempat. Tanggapan Anda?
Digitalisasi memang harus ada payung hukum yang kuat. Kemarin Menteri Kominfo kan sempat membuat Peraturan Menteri tentang itu. Tiba-tiba dalam lelang tender terbuka itu digugat oleh salah satu stasiun TV lokal swasta dan gugatan itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Karena Permen tidak bisa. Harus dibuat atau dimasukkan ke dalam sebuah undang-undang. Salah satunya di UU Penyiaran. Kalau ini tuntas saya yakin tidak akan ada lagi perdebatan.Â
Bagaimana dengan progres perpanjangan izin 10 TV swasta nasional?
Informasi terakhir katanya itu sudah selesai pada masa komisioner KPI yang lama. Memang ada satu masalah yang belum tuntas tentang 20 persen iklan. Komisi I ingin melihat data iklan 10 tahun terakhir. Komisi I ingin memastikan kepada industri benar gak 20 persen untuk iklan itu atau lebih. Komisi I ingin mengevaluasi itu.
Jadi sebenarnya KPI yang lama sudah mengeluarkan rekomendasi untuk memperpanjang izin sepuluh stasiun TV swasta itu. Sekarang bolanya ada di Kominfo. Dari Kominfo nanti keputusannya oleh Presiden. Tapi itu tiba-tiba dikembalikan lagi ke KPI, karena hasil RDP dengan DPR yang ingin mengevaluasi itu.
Artinya secara umum sudah tidak ada persoalan lagi?
Iya. Karena ini sudah keluar Surat Rekomendasi Kelayakan dari KPI yang lama, sehingga bisa dikatakan sudah selesai. Tinggal menunggu keputusan menteri saja, apakah si A mau dicabut atau dikurangi jam siarannya, dan lain sebagainya itu tergantung keputusan menteri berdasarkan rekomendasi dan evaluasi kemarin.
Deadlinenya kapan?
Oktober. Oh, ada satu stasiun TV yang habisnya Desember, Metro kalau enggak salah.
Banyak yang pesimis dengan komisioner KPI yang baru karena dinilai tidak ada yang memiliki background penyiaran. Tanggapan Anda?
Yang namanya pemilihan tentu akan ada saja yang suka atau pun tidak suka ketika dipilih dalam proses pemilihan. Kalau saya menilai, sembilan komisioner ini mempunyai sudut pandang dan background yang kuat masing-masing. Contoh, saya S1 jurnalistik, S2 komunikasi, S3 saya media studies. Kemudian saya urusin ISKI sangat banyak kajian-kajian penyiaran yang kita bahas.
Dan KPI ini kan bukan kerja-kerja operasional, lebih pada kebijakan. Oleh karena itu membutuhkan orang-orang yang memiliki background tidak hanya memahami masalah penyiaran semuanya, butuh juga orang-orang yang kompeten di bidang lainnya.
Bagaimana dengan tudingan bahwa komisioner sekarang merupakan titipan industri?
Menurut saya komisioner sekarang ini akan lebih garang karena memiliki latar belakang yang berbeda. Dan menurut saya tidak ada satu pun titipan industri yang jebol sekarang ini.Â
Anda menganggap sembilan komisioner baru ini steril dari titipan industri?
Ya, saya pikir begitu. Dan tidak ada satu pun mereka yang memiliki kedekatan dengan satu pun stasiun TV.
Sejumlah kalangan menganggap kinerja KPI sebelumnya kurang greget. Apa yang akan Anda lakukan untuk memperbaiki citra itu?Â
Komisioner KPI yang baru terpilih ini semuanya akan memulai berjalan dari titik nol. Seberapa jauh larinya tentu baru dapat dinilai setelah beberapa tahun ke depan. Tapi spiritnya adalah memang harus siap energi, vitamin agar bisa menghasilkan suatu karya yang baik.