Pengamat Sindir, Bukan Interkoneksi Tapi Menumpang Koneksi

Ilustrasi pengguna menelpon
Sumber :
  • telkomsel

VIVA.co.id – Kebijakan perubahan biaya interkoneksi ternyata belum berhenti meski 1 September telah berakhir. Pengamat menyebutkan jika pemerintah memaksakan penurunan tersebut, maka yang terjadi bukanlah interkoneksi melainkan menumpang koneksi.

Hal ini disampaikan pengamat telekomunikasi, Mochamad James Falahudin di Jakarta, Jumat, 2 September 2016. Menurutnya, interkoneksi adalah hubungan antarjaringan telekomunikasi yang seharusnya memberikan keuntungan kepada keduanya.

"Logikanya tak ada pihak yang merasa dirugikan ketika terjadi keterhubungan antar dua jaringan itu. Tetapi, kalau salah memberikan angka referensi yang terjadi bukan interkoneksi tetapi numpang koneksi, alias satu merasa untung, satu buntung,” ungkapnya.

Ia juga berpendapat, hal yang wajar seandainya ada operator yang menolak biaya baru interkoneksi itu. Kedua operator yang keberatan merasa ada indikasi kerugian dan ketidakadilan. Alasannya, menurut dia, Telkom Group sudah investasi lama dan besar untuk bangun jaringan. Padahal operator mendapatkan kesempatan yang sama untuk hal ini.

Telkom Group menolak hasil perhitungan dari pemerintah untuk biaya interkoneksi yang tercermin dalam Surat Edaran (SE) SE Nomor 1153/M.KOMINFO/PI.0204/08/2016 yang ditandatangani oleh Plt. Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Geryantika Kurnia dan dirilis pada 2 Agustus 2016.

"Ini semua sebenarnya merupakan akibat dari perang harga yang dimulai 7-8 tahun lalu untuk rebutan akuisisi pelanggan. Dulu banting-bantingan harga agar bisa menggaet cukup banyak pelanggan. Nantinya uang akan dikembalikan (bangun jaringan) tapi prediksinya tak terwujud. Sekarang muncul 'kreativitas' untuk tetap bisa ekspansi dan survive dengan memanfaatkan celah regulasi. Jadinya terkesan maksa numpang koneksi,” sindirnya.      

Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala menegaskan, dalam interkoneksi tak boleh ada pihak yang mengambil keuntungan. Menurutnya, selama ini Telkomsel mengalami kelebihan bayar, tetapi kekurangan dibayar dalam interkoneksi.

"Operator lain, selain Telkom Group, mendesak secepatnya biaya interkoneksi baru diberlakukan karena itu menguntungkan bagi mereka. Jadi wajar mereka mendesak. Tapi bagaimana untuk Telkom Group? Mereka rugi selama ini karena biaya interkoneksi lama saja tak sesuai dengan recovery cost-nya," ujar Kamilov.

Belum Ada Verifikator, Tarif Interkoneksi Kembali Molor

Diketahui, recovery cost Telkomsel Rp285 per menit. Namun yang diberlakukan Rp250 per menit sehingga masih minus. Saat ini biaya baru interkoneksi malah turun lagi menjadi Rp204 per menit.
 
Kamilov mengingatkan, jika pemerintah tetap memaksakan penurunan biaya interkoneksi terlalu besar, akan terjadi nanti fenomena operator tak mau membangun jaringan dan memilih menumpang pada jaringan milik pemain lain

Sebelumnya, Plt. Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo Noor Iza melalui rilis resminya pada Kamis 1 September 2016, menyatakan penundaan penerapan interkoneksi dilakukan karena Daftar Penawaran Interkoneksi (DPI) operator belum lengkap terkumpul. Telkom dan Telkomsel dikabarkan belum memberikan DPI untuk dievaluasi oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).

Menuju Teknologi 5G, Aturan Telekomunikasi Harus Diubah
Petugas memperbaiki base transceiver station (BTS).

KPPU Diminta Tegas Terhadap Perang Tarif Operator Telko

'Banting-bantingan' harga sinyal persaingan usaha tak sehat.

img_title
VIVA.co.id
29 Mei 2017