Penjualan dari Industri Jamu Ditarget Rp17 triliun
- Kemenperin
VIVA.co.id – Kementerian Perindustrian berkomitmen untuk meningkatkan kemandirian industri kosmetik dan jamu nasional dalam upaya mengurangi ketergantungan bahan baku impor. Apalagi, Indonesia memiliki potensi besar untuk pengembangan sektor ini karena tingginya jumlah penduduk dan tersedianya sumber daya alam yang melimpah.
“Untuk itu, kami menekankan penguasaan teknologi kepada pelaku industri kosmetik dan jamu, agar mampu mengolah bahan baku lokal. Selanjutnya, kami mengampanyekan peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN) kepada masyarakat,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada pembukaan Pameran Industri Kosmetik dan Jamu 2016 di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa 30 Agustus 2016, dikutip dari laman Kemenperin.
Di samping itu, pemerintah berupaya membuka peluang untuk perluasan pasar dan kerja sama ekonomi bagi industri kosmetik dan jamu nasional. Hal ini diwujudkan melalui pelaksanaan skema perjanjian perdagangan bebas yang komprehensif.
“Saat ini, kita telah memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Pada tahun 2018 nanti, kita akan menghadapi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP),” ujar Airlangga.
Berdasarkan, Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) tahun 2015-2035, industri kosmetik dan jamu merupakan sektor prioritas karena berperan besar sebagai salah satu penggerak utama perekonomian nasional.
”Industri kosmetik sebagai salah satu industri yang stategis dan potensial, karena saat ini sebanyak 760 perusahaan kosmetik tersebar di wilayah Indonesia, serta mampu menyerap sebanyak 75 ribu tenaga kerja secara langsung dan 600 ribu tenaga kerja secara tidak langsung,” tutur Airlangga.
Selain itu, lanjutnya, neraca perdagangan produk kosmetik mengalami surplus sebesar 90 persen. Hal ini ditunjukkan dengan nilai ekspor kosmetik pada tahun 2015 yang mencapai USD 818 juta atau dua kali lipat dibandingkan nilai impornya sebesar US$441 juta.
“Sedangkan, industri jamu dan obat tradisional juga mencatatkan prestasi yang menggembirakan dalam beberapa tahun terakhir,” tutur Airlangga. Hal tersebut terlihat dari omzet yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2015, penjualan mencapai Rp16 triliun dan pada tahun 2016 diperkirakan mencapai Rp17 triliun. Saat ini, terdapat 1.247 industri jamu yang terdiri dari 129 Industri Obat Tradisional (IOT) dan selebihnya termasuk golongan Usaha Menengah Obat Tradisional (UMOT) dan Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT) yang tersebar di wilayah Indonesia terutama di Pulau Jawa.
Hingga saat ini juga, industri obat tradisional mampu menyerap sebanyak 15 juta tenaga kerja, yang meliputi tiga juta terserap di industri jamu yang berfungsi sebagai obat dan selebihnya 12 juta terserap di industri jamu yang telah berkembang ke arah makanan, minuman, kosmetik, spa, dan aromaterapi. (asp)