Awalnya Kain Kafan, Sally dan Ibnu Kenalkan Batik Trusmi
- VIVA.co.id/Purna Karyanto
VIVA.co.id – Pasangan muda ini, Ibnu Riyanto (27) dan Sally Giovani (27) akhirnya berhasil membuktikan jika usia muda dan menikah muda bukan penghalang untuk meraih impian. Keduanya berhasil membangun kerajaan bisnis batik di Cirebon, Jawa Barat berlabel EBatik Trusmi dengan omzet miliaran rupiah.
Selama 10 tahun perjuangan membangun usaha, jatuh bangun pun dirasakan pasangan yang sudah memiliki dua anak ini. Beberapa kali gagal dan sempat ditipu tidak menyurutkan langkah Sally dan suaminya yang kalau itu memulai usaha di usia 17 tahun.
Sally menuturkan, memilih menikah muda karena tidak ingin menjadi beban orangtua. Kebetulan ia produk broken home. Selepas SMA, ia dan sang suami akhirnya sepakat menikah. ”Setelah menikah kami memutuskan untuk memulai usaha, karena tidak mungkin minta sama orangtua. Akhirnya uang hasil dari kado pernikahan kami jadikan modal,"
kata Sally mengawali perbincangan dengan VIVA.co.id, di show roomnya yang berada di Jalan Trusmi Kulon No.148 Plered, Cirebon.
Ia pun bercerita, memulai usahanya tersebut dengan berjualan kain kafan. Saat itu bersama suaminya tidak tahu harus memulai usaha dari mana. "Karena itu yang paling mudah, jadi kami enggak berpikir lagi. Modal kecil bisa beli kain putih saja," ujar Sally. Namun bersama suaminya, ia berpikir jualan kain kafan tidak menentu kapan bisa
terjual.
"Akhirnya kami ikut seminar di Balikpapan tentang marketing, di sana kita belajar tentang ilmu bisnis baru. Ada yang kami tangkap yaitu bagaimana kita bisa menjual produk lebih banyak. Kedua bagaimana caranya agar konsumen kita beli berulang," kata Ibnu.
Akhirnya, pasangan inipun mulai banting stir kendati masih di kain tapi dengan strategi yang berbeda. "Kami tidak boleh menyerah. Setelah melihat ada peluang di sekitar kita, saat itu masih numpang di rumah mertua (orangtua Ibnu Riyanto). Ternyata di daerah Trusmi banyak perajin batik, dan saya baru tahu bahan untuk batik adalah kain mori,"
ujar Sally.
Kemudian keduanya pun mulai beralih berjualan kain sebagai bahan untuk batik. Dari sanalah Sally dan Ibnu belajar kepada perajin batik. "Kami jadi paham belajar bisa dengan siapa saja dan di mana saja, kami juga dapat ilmu tentang batik CIrebon, bagaimana proses batik tulis, batik cap dan motif batik Cirebon," kata Sally sambil tersenyum.
Ibnu menambahkan, selain dapat ilmu dari jual kain ke para perajin, kita juga tahu bagaimana cara penjualan. Akhirnya mereka berdua mulai memberanikan diri membawa batik dari perajin ke pasar di Jakarta, Bandung, Surabaya dan Bali.
"Kami selalu bagi tugas, Mas Ibnu kan pekerja keras jadi dia pegang manajemen dan keuangan. Nah, saya di bagian pemasarannya," ujar Sally lagi.
Diakui keduanya, cibiran kerap mereka terima karena masih dianggap muda dan nekat. "Sejak awal menikah sudah banyak yang tidak mempercayai dan meragukan kami. Justru karena banyak cibiran itu menjadi motivasi buat saya dan suami, menjadi energi positif, dan jadi lebih semangat ingin membuktikan bahwa kita berdua bisa," tutur Sally.
Sempat Tak Laku
Sally mengaku di awal berjualan batik sempat tidak laku. "Mungkin karena kita terlalu semangat dan langsung action. Tanpa survei dulu, batik apa yang laku. Jadi kita jualan ya jualan aja. Ya, akhirnya kita dapat pelajaran, memang semua itu harus beriringan jadi perencanaan dan tindakan itu harus beriringan. Tidak bisa hanya take action tanpa
tanpa tahu perencanaannya," tuturnya.
Diakui Ibnu, mereka sempat ditolak saat masuk ke toko-toko untuk menawarkan dagangannya. Menurut dia, kemungkinan karena harga yang ditawarkan olehnya masih tergolong murah. Padahal saat itu produknya harus bersaing dengan perusahaan besar, dan mereka jual dengan harga tinggi.
"Saat itu kan batik masih mahal harganya, nah kita jual di bawah harga mereka. Toko banyak yang tidak percaya, dan takut barang yang kami jual curian, akhirnya banyak yang menolak. Tapi kami terus meyakinkan dan memasok bahan ke mereka, sampai akhirnya mereka percaya," kata Ibnu.
Karena belum memiliki toko, bersama suami, Sally pun rela mendampingi hingga 30 jam perjalanan untuk mengantarkan barang dagangan. Akhirnya pada tahun 2007 setelah modal terkumpul lagi, Ibnu dan Sally memberanikan diri membuka show room di rumahnya dengan ukuran 4x4 meter.
"Kami kan memasang bilboard yang besar tulisannya Batik Trusmi termurah dan terlengkap. Nah orang jadi penasaran dan datang ke show room kami, jadi kalau ada barang yang mereka cari tidak ada di tempat, saya langsung lari bawa sepeda ke toko-toko untuk ambil kain yang dicari pembeli. Artinya, kami tanggung jawab dengan apa yang sudah kami iklankan itu," tutur Sally.
Setelah semakin ramai, dan pada 2008 saat batik ditetapkan sebagai warisan budaya Indonesia oleh UNESCO, dan masyarakat mulai mengenakan batik, batik Trusmi makin dikenal. "Kami memanfaatkan momentum dan peluang itu, apalagi saat itu mulai ramai penjualan online," ujarnya.
Dirasa mulai berkembang, Sally dan Ibnu kemudian berencana memiliki show room yang besar. Akhirnya saat itu ada pabrik rotan yang sudah lama tidak terpakai kemudian mereka beli. Pabrik dengan luas 1,5 hektare itu pun kemudian disulap menjadi show room hingga saat ini.
Perkenalkan Batik Cirebon
"Saya memang sengaja ingin lebih mengenalkan batik khas Cirebon tidak hanya di Indonesia tapi juga dunia. Batik yang sangat khas dan kaya dengan corak. Apalagi ada satu motif yaitu Mega Mendung yang sudah sangat dikenal. Karena itulah saya angkat batik Cirebon ini," kata Sally.
Namun saat ini seiring dengan semakin banyaknya ragam batik, show room Batik Trusmi tidak hanya menyediakan batik khas Cirebon, tapi juga batik daerah lainnya.
"Dari diri sendiri sekarang ini bukan yang yang saya cari atau profit oriented yang kami pikirkan. Tapi bagaimana kita berkarya dan bisa bermanfaat untuk banyak orang. Itulah sebenarnya impian kami berdua, yaitu memiliki satu juta karyawan, saat ini sudah 850 karyawan dengan perajin 450," tutur Ibnu.
Selain memiliki show room di Cirebon, Batik Trusmi juga sudah memiliki cabang di Jakarta, Surabaya, Bandung, Mendan. "Penjualan online menyumbang terbesar dari pendapatan kami tapi antara online dan offline (toko) bersaing secara sehat."
Diakhir perbincangan, Sally memberikan sejumlah tips untuk memulai usaha. Harus berani memulai, lakukan apa yang mau kita lakukan. "Seperti kami tidak memiliki apa-apa, tapi kami semangat dan pantang menyerah dan ingat dua hal yaitu: tanpa tapi dan tanpa nanti. Terlalu banyak alasan malah tidak akan menghasilkan karya," katanya.