Kredit Macet Sektor Pertambangan Paling Memprihatinkan
- MARKO DJURICA/REUTERS
VIVA.co.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, industri pertambangan menjadi sektor dengan pertumbuhan kredit minus 14,47 persen per Juni, dalam perhitungan tahun ke tahun (year on year/yoy).
Deputi Direktur Pengembangan dan Pengawasan Manajemen Krisis OJK, Aslan Lubis menjabarkan beberapa kredit sektoral per Juni. Ada enam sektor kredit yang menjadi perhatian, yaitu sektor rumah tangga, perdagangan makro, industri pengolahan, pertanian, konstruksi, dan pertambangan. Dari enam sektor tersebut, hanya pertambangan yang menunjukkan pertumbuhan kredit minus dengan porsi kredit 2,88 persen.
"NPL (Non Performing Loan/kredit macet) sektor pertambangan paling memprihatinkan, paling tinggi, mencapai 6,28 persen pada Juni 2016. Kenaikan 68 bps year on year," ucap Aslan dalam kegiatan pelatihan dan gathering wartawan keuangan di Malang pada Sabtu 27 Agustus 2016.
Sektor lain yang menunjukkan pertumbuhan kredit rendah dan kenaikan NPL adalah sektor industri pengolahan. Sektor industri pengolahan dengan porsi kredit 17,89 persen mengalami pertumbuhan kredit per Juni 2016, sebesar 6,01 persen dengan NPL 3,85 persen, atau mengalami kenaikan 16 bps (basis point) secara yoy.
Kemudian, sektor dengan prosi kredit besar dengan pertumbuhan kredit membaik dengan persentase NPL menurun, yaitu ada sektor rumah tangga, perdagangan makro, konstruksi, dan pertanian.
Sektor perdagangan makro menunjukkan penurunan NPL yoy per Juni, paling tinggi, yaitu 35 bps. Sektor ini dengan porsi kredit 19,67 persen, mengalami pertumbuhan kredit sebesar 7,90 persen dan NPL pada Juni 2016 sebesar 4,05 persen.
Disusul sektor konstruksi yang menunjukkan penurunan NPL 29 bps yoy, sehingga NPL pada Juni sebesar 4,55 persen. Pertumbuhan kreditnya 18,03 persen, dengan porsi kredit 4,62 persen.
Kemudian, sektor pertanian yang menunjukkan penurunan NPL sebesar 20 bps yoy, atau 1,94 persen pada Juni 2016. Pertumbuhan kredit 20,09 persen dengan porsi kredit 6,38 persen.
Selanjutnya adalah sektor rumah tangga dengan porsi kredit sebesar 22,65 persen mengalami pertumbuhan kredit 9,11 persen dengan penurunan NPL 12 bps yoy, sehingga NPL Juni 2016 menjadi 1,75 persen.
Pemicu naik-turun pertumbuhan kredit dan NPL adalah pertumbuhan ekonomi. "Jadi, kalau ekonomi positif, saya yakin akan tumbuh. Kalau misalnya sampai triwulan III (pertumbuhan ekonomi) masih bisa di atas 5,3 persen, saya sangat optimis kredit akan tumbuh double digit," kata Aslan.
Apalagi, jika harga Crude Palm Oil/CPO (minyak sawit mentah) nanti naik, ia yakin Indonesia dapat membangun perkonomian lebih optimal.
 "Ada sektor pertanian yang cukup kuat, belum lagi perikanan. Apalagi, kalau nanti kita berharap misalnya CPO bangkit, saya yakin makin optimis ke depan membangun perekonomian," ungkapnya. (asp)