Tax Amnesty, Wajib Pajak Kelas Bawah Harus Difasilitasi
- VIVA.co.id/Agus Rahmat
VIVA.co.id – Center for Taxation Analysis mendorong pemerintah agar menerbitkan Peraturan Perundang-undangan dalam Undang-undang Pengampunan Pajak atau tax amnesty, untuk memberikan perlakuan khusus bagi Wajib Pajak (WP) yang tergolong patuh dan masyarakat menengah ke bawah.
“Perlu dipikirkan pasal yang disisipkan dalam UU mengenai batas harta tertentu, yang dikenakan pajak untuk melindungi orang miskin, termasuk karyawan tidak berdosa,” ujar Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo saat berbincang dengan viva.co.id, Jumat 26 Agustus 2016.
Menurut Prastowo, penerbitan aturan tersebut, mampu memberikan garansi bagi WP patuh, maupun masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah mengikuti program tax amnesty. Sebab, sampai saat ini kebijakan tersebut justru mengundang keresahan di benak masyarakat.
Mereka yang mengikuti program tax amnesty, tentu diwajibkan untuk mengungkap dan melaporkan seluruh harta yang dimilikinya kepada otoritas pajak. Tarif tebusan yang nantinya akan dikenakan, dianggap akan membebani.
Sementara itu, apabila mereka tidak mengikuti program tersebut, maka WP terkait harus siap dikenakan denda yang jumlahnya relatif besar usai kebijakan tax amnesty berakhir pada tahun depan. Prastowo menilai, kecemasan yang dirasakan oleh masyarakat tentu akan melunturkan esensi dari tax amnesty.
“Ada perbedaan ikut tax amnesty atau tidak. Kalau ikut, masa lalunya tidak akan diungkit. Kalau tidak ikut, atau kalau dia hanya membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) tidak ada jaminan. Jadi yang tidak ikut, tidak mendapatkan benefit dari tax amnesty,” tuturnya.
Bahkan menurut Prastowo, keresahan yang dialami masyarakat, terutama masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah, justru bisa menimbulkan ketidakpercayaan terhadap tax amnesty. Padahal, tujuan utama dari kebijakan itu adalah menambah basis pajak yang relatif rendah saat ini.
“Jadi jangan hanya tax effort. Dikatakan mengejar yang kecil seperti itu. Pemerintah memberikan garansi itu tidak rugi, sepanjang tidak ditemukan indikasi yang lain,” tuturnya.