Retail Fesyen Asal Swedia Dikritik karena Pekerjakan Anak
- instagram.com/hm/
VIVA.co.id – Sebagai salah satu pemimpin retail fesyen di dunia, H&M mendapat kritik. Menurut laporan terbaru yang diterbitkan di Swedia, retailer asal negara tersebut telah mempekerjakan anak berusia 14 tahun di pabriknya, yang berlokasi di Myanmar sejak tahun 2013.
Dalam buku Fashion Slave, yang ditulis oleh Moa Karnstrand dan Tobias Andersson Akerblom disebutkan, bahwa anak-anak telah bekerja lebih dari 12 jam setiap harinya di dua pabrik dekat Yangon, Myanmar. Kedua pabrik itu, yakni Myanmar Century Liaoyuan Knitted Wear dan Myanmar Garment Wedge.
Dikutip dari Fashionista, praktik-praktik tersebut melanggar regulasi di Myanmar dan standar di seluruh dunia, yang disusun oleh Organisasi Buruh Internasional (ILO). Menanggapi hal ini, H&M menyatakan bahwa mereka telah mengambil tindakan terhadap dua pabrik tersebut, yang telah mempekerjakan anak berusia 14-18 tahun.
Mereka menegaskan tidak menolerir pekerja anak dalam bentuk apapun. Dan sebagai salah satu negara dengan industri garmen yang tumbuh paling cepat di dunia, Myanmar memang menjadi perhatian internasional atas kondisi kerja yang buruk.
Pada Agustus, negara ini menetapkan upah minimum buruh sebesar 3.600 kyat atau sekitar Rp37 ribu untuk delapan jam setiap harinya. Upah ini merupakan salah satu yang terendah di dunia.
Sementara Guardian melaporkan, selain H&M, retailer fesyen lainnya yang menggunakan pabrik dengan pekerja anak, termasuk Marks & Spencer, New Look and Primark. Namun mereka membantah menggunakan pabrik yang terdaftar di Fashion Slaves tersebut.
(mus)