6 Juta Tenaga Kerja RI Bergantung pada Tembakau dan Rokok
- VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id – Di tengah polemik di masyarakat terkait isu kenaikan harga rokok hingga Rp50 ribu per bungkus, ternyata sekitar lebih dari enam juta tenaga kerja Indonesia menggantungkan nasibnya kepada tembakau dan industri rokok.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengungkapkan, industri rokok merupakan salah satu industri yang berkontribusi besar terhadap pendapatan negara dan juga berkontribusi besar terhadap penyediaan lapangan pekerjaan di Indonesia.
"Termasuk distribusi dan pedagang rokok bergantung pada industri rokok," kata Hanif di Malang, Senin, 22 Agustus 2016.
Meski begitu, Hanif mengaku setuju jika peredaraan rokok harus dikendalikan. "Karena kita harus menyelamatkan anak-anak agar tidak terlalu dini mengenal rokok," ucap Hanif.
Hanif menjelaskan dalam pengendalian ini, pemerintah mempunyai aturan, dan Undang-undang sesuai regulasi sendiri yang mengatur tentang rokok. "Pengendalian rokok itu harus dilakukan dengan cara kita (pemerintah) buka cara orang lain," tegas Hanif.
Berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita di masing-masing negara, Indonesia termasuk yang cukup tinggi dengan angka 0,8 persen, dibandingkan Vietnam 0,7 persen, Malaysia, 0,5 persen dan Singapura 0,3 persen. Dengan demikian harga rokok di Indonesia sudah relatif tinggi.
"Harga saat ini data yang saya terima harga rokok di Indonesia itu persentase per batang PDB dalam per kapita lebih tinggi dari pada Vietnam, Malaysia, dan Singapura," papar Hanif.
Selain itu Hanif berpesan agar isu kenaikan rokok ini tidak memunculkan kepanikan dan meresahkan tenaga kerja yang bergantung pada industri rokok dan tembakau.
"Kita harus membicarakan bagaimana orang yang belum bekerja itu mendapat pekerjaan. Sedangkan yang sudah bekerja jangan justru ditakuti dengan dampak kenaikan harga rokok yang kemudian meresahkan dengan isu pengurangan tenaga kerja," ujar Hanif.