Ketekunannya Meneliti Gempa Berbuah PAB
- dokumen pribadi
VIVA.co.id – Nama Danny Hilman Natawidjaja belum begitu populer bagi publik secara luas. Tapi di kalangan peneliti, Danny sudah menyita perhatian pada 2000.
Saat itu, dia memprediksi bakal adanya gempa besar akan muncul di pesisir barat Pulau Sumatera. Saat itu fokus Danny tertuju pada wilayah barat itu. Dari penelitian lapangan dengan Global Positioning System (GPS), Dia memperkirakan di seputar perairan Siberut dan Mentawai tersimpan energi gempa besar.
Selain itu, jauh-jauh hari dia sudah memberi peringatan gempa besar di sejumlah wilayah di Indonesia.
Akhirnya Gempa dan Tsunami Aceh pada jelang penghujung 2004 menjadi 'pembuktian' prediksinya. Gempa 7,2 SR pada 25 Oktober 2010 yang memicu tsunami juga akhirnya terjadi.
Beberapa prediksi Danny seputar gempa di wilayah Indonesia bersama dengan pembimbing doktornya menjadi referensi dan acuan bagi peneliti. Ia kini telah diakui peneliti geologi dan geosifika di Indonesia dan dunia.
Danny menempur jalur pendidikan dasar sampai tinggi di Jawa Barat. Dia duduk di SD Caidangdeun, Subang kemudian lanjut ke SMP 7 Bandung, SMA 5 Bandung jurusan IPA dan menamatkan S1 di Institut Teknologi Bandung.
Lulus dari ITB, Danny melanjutkan studinya pasca sarjana ke Auckland University, Selandia Baru dan akhirnya mengambil program doktor di California Institute of Technology, Amerika Serikat
Danny yang menamatkan doktornya di California Institute of Technology dikenal dunia paling tidak lewat jurnal profesi geofisika paling bergengsi di tingkat internasional, yaitu Journal of Geophisical Research. Di jurnal itu makalahnya NeoTectonics of Sumatera Fault terbit pada 2000 dan pada 2004 di jurnal yang sama muncul karyanya yang berjudul Paleo Geodesy of the Sumatera Subduction Zone. Makalah itu merupakan hasil penelitian Danny dan Prof Dr Kerry Sieh, pembimbing doktornya di California Institute of Technology. Dua karyanya itu kemudian menjadi referensi dan acuan para peneliti geotektonik lain di dunia.
Mengingat risiko gempa tersebut, Danny mengusulkan agar Indonesia membuat peta risiko nasional. Tujuannya agar lebih jelas daerah mana sayang rawan, mana yang kurang dan daerah yang tidak rawan.
Sumbangsih keilmuannya dalam riset gempa tektonik telah membangun kesadaran pendekatan sains terhadap bencana alam merupakan keniscayaan. Terlebih wilayah Indonesia berada di tengah cincin api dunia.
Kini Danny mengabdikan diri sebagai peneliti di Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Atas sumbangsihnya, Danny mendapat Penghargaan Achmad Bakrie XIV/2016 bidang sains.