Tarif Interkoneksi Turun, Operator Besar Tak Perlu Takut
- VIVAnews
VIVA.co.id – Pakar teknologi dari Chalmers University of Technology, Swedia, Ibrahim Kholil Rohman menyatakan, kebijakan pemerintah yang menurunkan biaya interkoneksi 26 persen adalah kebijakan yang sudah tepat.
Menurutnya, penurunan interkoneksi ini sudah menjadi tren perdagangan global, sehingga kebutuhan untuk menurunkan biaya interkoneksi adalah sebuah keniscayaan.
"Mau tidak mau interkoneksi itu harus turun karena trade ke depan itu tidak lagi voice (suara), ke depan itu trade-nya adalah data. Voice kemudian SMS itu kan sebenarnya tren globalnya akan dianggap tidak lagi penting. Yang terpenting adalah bagaimana menawarkan kualitas data yang baik," kata Ibrahim di Kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Senin 15 Agustus 2016.
Ia menuturkan, kebijakan penurunan interkoneksi juga sudah dilakukan oleh negara-negara berkembang di dunia seperti Afrika Selatan dan Nabibia. Pada prakteknya, kata Ibrahim, sejumlah operator besar di negara-negara berkembang yang sudah lebih dulu memperkenalkan penurunan interkoneksi itu ternyata memperoleh untung dari penurunan biaya interkoneksi itu.
"Karena itu, seharusnya keuntungan operator besar enggak perlu takut mengurangi revenue (pendapatan) dengan adanya kebijakan ini," katanya.
Tarif interkoneksi telekomunikasi telah diturunkan pemerintah dari Rp250 per menit menjadi Rp204 per menit melalui surat edaran Kementerian Kominfo.
Tarif interkoneksi baru telah diumumkan pada 2 Agustus lalu. Kemenkominfo telah menyelesaikan perhitungan biaya interkoneksi tahun 2016. Hasilnya, penurunan secara rata-rata untuk 18 skenario panggilan dari layanan seluler dan telepon tetap itu sekitar 26 persen. Perhitungan tarif interkoneksi baru itu akan berlaku per 1 September 2016.
(mus)