Kopi Indonesia Berkelas Internasional
VIVA.co.id – Komisi IV DPR menggelar audiensi dengan Coffee Lovers Indonesia (CLI) dan Asosisasi Kopi Spesialti Indonesia (AKSI), membahas kebijakan dan langkah-langkah pengembangan agribisnis Indonesia, di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Senin 15Agustus 2016.
Audiensi tersebut dipimpin Wakil Ketua Komisi Herman Khaeron, didampingi Anggota Komisi IV Sudin (F-PDIP) dan Sulaiman L Hamzah (F-NASDEM). Dalam sambutannya Herman Khaeron mengatakan bahwa kopi Indonesia adalah kopi berkelas internasional yang bisa jadi kebanggaan bangsa Indonesia.
“Ini bisa jadi semangat baru, bahwa sesungguhnyan kopi Indonesia adalah kopi berkelas Internasional, dan mestinya bisa lebih dibanggakan oleh masyarakat Indonesia,” ujar Herman Khaeron.
Ia juga menyatakan, Komisi IV sudah mengembangkan komoditas kopi di beberapa lahan, baik milik Perhutani maupun di lahan milik masyarakat. Berdasarkan informasi dari Perhutani, penghasil kopi terbesar justru di kawasan Perhutani. Tinggal mencari solusi bagaimana membangun interkoneksi bisnisnya, agar bisa dihubungkan dan dijalankan secara bersama.
“Kita akan merespon terhadap apa yang disampaikan oleh perwakilan pecinta kopi, dan kalau nanti dihasilkan suatu rencana strategis ke depan, baik berupa aksi sosial maupun diseminasi tentang kopi, tentu DPR akan dukung sepenuhnya,” katanya.
Kopi memiliki peranan tersendiri untuk negara Indonesia, yakni sebagai pendapatan bagi 2 juta petani kopi, penyumbang devisa ke-4 terbesar dari sektor pertanian setelah CPO, karet dan Kakao, sebagai pelestarian lingkungan hidup (konservasi DAS), berkontribusi besar terhadap kenyamanan iklim mikro dan makro serta penyerapan CO2, dan memberikan lapangan kerja dan pendapatan.
Salah satu isu yang disampaikan dalam rapat tersebut adalah mengenai naiknya tingkat konsumsi kopi didalam negeri, namun dari segi produksinya stagnan, bahkan cenderung mengalami penurunan.
Indonesia termasuk tiga besar negara penghasil kopi terbesar di dunia setelah Brasil dan Vietnam, tetapi secara produksi dan provit masih dibawah kedua negara tersebut, padahal Indonesia memiliki lahan yang lebih luas. (www.dpr.go.id)