Tarif Interkoneksi Turun, Pemerintah: Demi Masyarakat

Ilustrasi/Perawatan Base Transreceiver Station (BTS) 4G.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah menyelesaikan perhitungan biaya interkoneksi yang baru. Banyak pihak yang memprotes kebijakan ini namun pemerintah berpendapat jika hal ini demi pemerataan dan efisiensi.

Sejatinya, proses perhitungan itu telah dilakukan sejak 2015, menggunakan payung hukum Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 8 Tahun 2006 tentang Interkoneksi. Hasilnya, penurunan biaya interkoneksi secara rata-rata untuk 18 skenario panggilan dari layanan seluler sekitar 26 persen.

“Tak hanya tarif dan interkoneksi, network sharing juga perlu didorong agar cakupan operator segera merata dan sama dengan cepat. Dengan iklim kompetisi yang baik, pada akhirnya masyarakat yang paling diuntungkan karena jadi punya pilihan dan harga yang semakin terjangkau,” kata anggota Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Imam Nashiruddin, di Jakarta, Senin, 8 Agustus 2016.      

Oleh karena itu, kata Imam, jika menginginkan adanya layanan broadband yang merata, industri tak perlu alergi dengan kebijakan baru, seperti unbundling local loop, open access, dan lainnya.

“Dibutuhkan dukungan dari semua pihak untuk mendahulukan kepentingan nasional dan kemampuan masyarakat. Bahkan, regulator tengah mengembangkan insentif kepada operator untuk membangun jaringan," katanya.

Sebelumnya, Menteri Kominfo Rudiantara juga menanggapi pro kontra aturan tarif baru interkoneksi ini. Dia berharap aturan ini akan menghasilkan efisiensi bagi industri. Yang pada ujungnya, akan berimbas pada tarif pungut ke konsumen.

"Saya hanya ingin efisiensi di industri ini bisa dirasakan oleh pelanggan. Fokus saya tetap dua, efisiensi dan pemerataan broadband. Itu butuh inovasi, baik dari regulasi maupun pelaku usaha," kata Rudiantara kemarin.

Selanjutnya, pemerintah tengah melakukan revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 52 tahun 2000 yang mengatur tentang penyelenggaraan telekomunikasi dan PP 53 tahun 2000 tentang frekuensi dan orbit satelit.

Perubahan kedua aturan ini akan membuka model bisnis berbagi jaringan dan munculnya Mobile Virtual Network Operator (MVNO) yang diyakini akan mempercepat penetrasi infrastruktur dan layanan broadband.

Apple Bangun Tempat Riset Dulu, Baru Jualan di Indonesia

(ren)