Tak Perlu Diturunkan, Tarif Interkoneksi RI Diklaim Termurah
Senin, 8 Agustus 2016 - 14:12 WIB
Sumber :
- abc.net.au
VIVA.co.id
- Penurunan besaran telah ditetapkan pemerintah. Namun banyak pihak yang menganggap pemerintah tidak bijak dalam penghitungan tarif baru ini, karena sejatinya, tarif interkoneksi di Indonesia diklaim paling murah dibanding negara lain.
Menurut pengamat ekonomi dan bisnis dari Universitas Gajah Mada (UGM), Fahmy Radhi, saat inidi Indonesia sebesar Rp250 per menit. Angka ini jauh lebih murah dibanding Jepang dan Filipina. Meski kondisi geografis kedua negara tak jauh beda dengan Indonesia, namun Jepang memberlakukan tarif interkoneksi Rp1.447 per menit, sedangkan Filipina sebesar Rp1.184 per menit.
"Sampai saat ini Rp250 per menit merupakan salah satu biaya interkoneksi termurah dibandingkan negara lain. Apalagi sekarang telah diturunkan menjadi Rp204 per menit. Berdasarkan perbandingan harga tersebut, adakah urgensi bagi pemerintah untuk menurunkan biaya interkoneksi di Indonesia?" kata Fahmy, dalam keterangannya, Senin 8 Agustus 2016.
Selain itu, kata dia, langkah penetapan pola biaya interkoneksi secara simetris, yang besarannya sama untuk semua operator, sangatlah tidak tepat. Sebab, masih ada ketimpangan dari cakupan masing-masing operator yang ada di negara ini. Data menunjukkan, total BTS yang sudah dioperasikan oleh operator telekomunikasi di Indonesia baru sebanyak 249 ribu BTS, di antaranya dimiliki Telkomsel sekitar 46,6 persen, XL (23,7 persen), Indosat (21,3 persen), dan Smart (6,02 persen).
Fahmy yakin, jika syarat itu belum terpenuhi, kebijakan penetapan biaya interkoneksi secara simetris tidak hanya akan menghambat pembangunan jaringan, tetapi juga menciptakan persaingan tidak sehat.
Pada 2 Agustus 2016, Pemerintah mengeluarkan Surat Edaran mengenai Implementasi Biaya Interkoneksi tahun 2016. Surat edaran No 1153/M.KOMINFO/PI.0204/08/2016 yang ditandatangani Plt. Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Geryantika Kurnia memastikan, biaya interkoneksi diturunkan dari Rp250 per menit menjadi Rp204 per menit, serta penerapan perhitungan pola simetris atau tidak berbasis biaya penggelaran jaringan yang telah diinvestasikan oleh masing-masing operator.
Sebagai informasi, untuk diketahui bersama, peraturan biaya Interkoneksi sesungguhnya sangat berpengaruh kepada bisnis antaroperator (B2B) dan tidak berdampak langsung pada tarif ritel (tarif yang dibayarkan pelanggan).
Kabarnya, menanggapi hal ini, Komisi I DPR RI akan segera meminta penjelasan dari Menkominfo.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Fahmy yakin, jika syarat itu belum terpenuhi, kebijakan penetapan biaya interkoneksi secara simetris tidak hanya akan menghambat pembangunan jaringan, tetapi juga menciptakan persaingan tidak sehat.