Awal Pekan, Hati-Hati Rupiah Terdepresiasi
Senin, 8 Agustus 2016 - 09:59 WIB
Sumber :
- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVA.co.id - Pergerakan nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di awal pekan hari ini diperkirakan akan melanjutkan pola konsolidasi dalam tren terdepresiasi, meski data pertumbuhan ekonomi kuartal II tahun ini mencatatkan hasil positif sebesar 5,18 persen.
Baca Juga :
Rupiah Melemah, Tertekan Gejolak Ekonomi Global
Menurut analis PT NH Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada, laju rupiah pada akhir pekan kemarin mampu berbalik menguat tipis ke level Rp13.125, setelah adanya rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2016 yang tercatat positif.
"Meski terdapat potensi penguatan rupiah, namun masih terhalangi oleh pelemahan mata uang lainnya terhadap dolar AS. Sehingga, dapat memengaruhi laju rupiah," ujar Reza di Jakarta, Senin, 8 Agustus 2016.
Dia memperkirakan, laju rupiah pada perdagangan hari ini akan cenderung kembali terkonsolidasi. "Laju rupiah akan bergerak pada level support (target batas bawah) Rp13.129 dan resistance (target batas atas) Rp13.093. Cermati sentimen yang ada," tuturnya.
Menurut Reza meski rilis Pertumbuhan Domestik Bruto mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama di 2015, namun kondisi tersebut tidak mendapat respons signifikan oleh pelaku pasar uang. "GDP Indonesia kembali berada di atas 5 persen dalam 2,5 tahun terakhir," kata Reza.
Reza menyebutkan, dipangkasnya tingkat suku bunga Inggris oleh Bank Sentral Inggris (BoE) menjadi 0,25 persen dari 0,5 persen dan penambahan stimulus menjadi £435B, telah memberikan sentimen positif bagi dolar AS.
"Imbasnya tentu terhadap laju mata uang lain yang cenderung mengalami pelemahan. Apalagi laju dolar AS terus bergerak menguat seiring perbaikan ekonomi AS. Rilis klaim pengangguran naik tipis juga mampu terimbangi perbaikan factory orders," ujarnya.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Menurut Reza meski rilis Pertumbuhan Domestik Bruto mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama di 2015, namun kondisi tersebut tidak mendapat respons signifikan oleh pelaku pasar uang. "GDP Indonesia kembali berada di atas 5 persen dalam 2,5 tahun terakhir," kata Reza.