Semester I, Bakrie Plantations Catat Penjualan Rp770 Miliar
Rabu, 3 Agustus 2016 - 08:47 WIB
Sumber :
- ANTARA/Rony Muharrman
VIVA.co.id
- PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP) berhasil membukukan nilai penjualan sebesar Rp770 miliar sepanjang semester pertama tahun 2016. Penjualan ini ditopang dari komoditas sawit dengan nilai penjualan Rp571 miliar dan komoditas karet Rp199 miliar.
Baca Juga :
Laba Anjlok, Astra Agro Lestari Tak Bagi Dividen
Direktur Investor Relations Bakrie Sumatera Plantations, Andi W. Setianto, mengatakan perseroan terus bekerja keras melakukan serangkaian program revitalisasi perkebunan dan fasilitas produksi untuk menjaga produktivitas kebun inti sawit dan karet.
Di tengah diskon harga jual CPO (Crude Palm Oil) domestik, akibat kebijakan CPO Fund Pemerintah memungut US$50 per ton CPO untuk subsidi program biodiesel nasional, dan El-Nino yaitu kondisi cuaca ekstrem, udara kering dan kurangnya curah hujan yang menyebabkan kemarau panjang dan kekeringan.
"Semester pertama umumnya memang siklus produksi rendah, biasanya mulai meningkat pada semester kedua dan mencapai puncaknya di kuartal terakhir setiap tahun. Optimalisasi produktivitas pabrik juga dilakukan dengan pembelian sawit dan karet dari petani yang tidak memiliki pabrik sekaligus membantu kesejahteraan mereka," ujar Andi dalam keterangan resminya, Rabu, 3 Agustus 2016.
Menurut Andi, harga komoditas sawit utama yaitu CPO membaik dari level bulanan terendah US$530 per ton FOB Malaysia di Januari ke level tertinggi US$680 di April 2016.
Lebih lanjut, Andi menyebut, kondisi El-Nino ditahun 2015 dan program biodiesel domestik menyebabkan berkurangnya ekspor pasokan sawit dunia untuk tahun 2016, dan kondisi itu menjadi katalis perbaikan harga CPO yang mulai terlihat di akhir kuartal 1-2016.
Di sisi lain, kebijakan pungutan CPO Fund US$50 per ton untuk subsidi program biodiesel nasional menyebabkan diskon harga CPO domestik yang diterima Perseroan dan petani dari menjual CPO dan FFB (Fresh Fruit Bunch) di pasar lokal.
Pajak Ekspor CPO yang kembali dipungut Pemerintah Mei dan Juni 2016 ini, juga menambah diskon harga jual CPO dan FFB domestik yang diterima Perseroan dan petani.
"Perseroan mengikuti protokol RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) and ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) yang menjunjung tinggi prinsip ramah lingkungan dan keberlanjutan. Kami mempunyai kebijakan “zero-burning” (tanpa membakar) dalam melakukan kegiatan perkebunan khususnya aktifitas land clearing sehingga tidak ada kebakaran lahan yang berasal dari kebun Bakrie,” tuturnya.
Selain itu, melalui unit usaha kerja sama patungan PT ASD-Bakrie Oil Palm Seed Indonesia (“ASD-BSP”), Perseroan juga telah melakukan inovasi melalui pengembangan bibit unggul yang menghasilkan produksi buah sawit lebih banyak dengan luasan lahan kebun yang sama.
Saat ini, dengan luas pertanaman sawit nasional kurang lebih 10 juta hektar, total produksi hanya sekitar 30 juta ton CPO per tahun, dengan bibit unggul maka potensi produktivitas bisa meningkat menjadi 80 juta ton CPO per tahun setelah program replanting.
Produktivitas bibit unggul ASD-BSP bisa menghasilkan 35 ton buah sawit per hektare dan ekstraksi CPO nya 23 persen, atau sekitar delapan ton CPO per hektare per tahun, sesuai hasil lapangan bibit unggul ASD-BSP yang sudah disertifikasi.
"Dengan bibit unggul, luas lahan kebun tidak perlu bertambah menghasilkan produksi CPO berlipat ganda meningkatkan lagi produksi biodiesel untuk ketahanan energi nasional," ujarnya.
Menurutnya, perseroan melihat bibit unggul dan pendampingan petani pemilik lahan pertanaman sawit nasional kurang lebih empat juta hektare adalah kunci produktivitas berkelanjutan sawit sebagai komoditas strategis nasional.
Sementara itu, Direktur Utama Bakrie Sumatera Plantations, M. Iqbal Zainuddin, menambahkan strategi peningkatan produktivitas berkelanjutan yang sedang dilakukan akan lebih banyak lagi dirasakan dampak positifnya dalam jangka menengah dan panjang.
"Kami akan lanjutkan dengan langkah konkret peningkatan produktivitas aset lainnya dan perbaikan struktur permodalan. Kami optimis, dalam jangka menengah dan panjang nanti perusahaan ini akan kembali bangkit menemukan momentum yang terbaik menjadi salah satu perusahaan perkebunan yang memiliki fundamental bisnis yang kuat," katanya. (ase)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
"Semester pertama umumnya memang siklus produksi rendah, biasanya mulai meningkat pada semester kedua dan mencapai puncaknya di kuartal terakhir setiap tahun. Optimalisasi produktivitas pabrik juga dilakukan dengan pembelian sawit dan karet dari petani yang tidak memiliki pabrik sekaligus membantu kesejahteraan mereka," ujar Andi dalam keterangan resminya, Rabu, 3 Agustus 2016.