Rupiah Tidak Boleh Terlalu Kuat, Ini Alasannya
Senin, 1 Agustus 2016 - 14:05 WIB
Sumber :
- ANTARA FOTO/Reno Esnir
VIVA.co.id
- Paska pengesahan kebijakan pengampunan pajak atau
tax amnesty
, nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin menguat. Bahkan, saat ini mata uang garuda terus turun mengarah ke level di bawah Rp13.000 per dolar AS.
Namun, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro‎ menyampaikan, Bank Indonesia (BI) selaku otoritas kebijakan moneter harus terus mengendalikan agar pergerakan rupiah dapat stabil. Artinya, penguatannya perlu dikontrol agar tidak menimbulkan risiko ekspor-impor.
"Setelah amnesty nilai tukar relatif stabil dan menguat Rp13.100 per dolar AS. Pertanyaannya apakah bisa lebih kuat? Bisa saja, cuma kalau terlalu kuat nggak bagus buat ekspor kira. Jadi BI pasti melakukan pengelolaan kebijakan moneter untuk memastikan rupiah pada nilainya," kata dia di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin, 1 Agustus 2016.
‎Bambang menjelaskan, stabilnya nilai tukar rupiah yang ideal adalah, di mana pergerakannya sesuai dengan kondisi riil Indonesia. Hal itu untuk menciptakan kondisi ekspor yang kompetitif.
"Maksud saya bukan sekuat mungkin, tapi dilihat dari term moneter real effective exchange rate yang menggambarkan kondisi riil secara efektif. Menggambarkan kompetitif ekspor Indonesia," tuturnya.
Kemudian, Bambang melanjutkan, dengan pemberlakuan tax amnesty ini merupakan momen yang tepat untuk memupuk cadangan devisa (cadev). Dengan cadangan devisa yang banyak maka rupiah tidak terlalu bergejolak.
"Kenapa rupee (India) relatif tahan volatil, karena cadangan devisa US$250-260 miliar. Kita baru US$ 110 milar," ujarnya.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
‎Bambang menjelaskan, stabilnya nilai tukar rupiah yang ideal adalah, di mana pergerakannya sesuai dengan kondisi riil Indonesia. Hal itu untuk menciptakan kondisi ekspor yang kompetitif.