DPR Sarankan Pemerintah Bentuk Crisis Center Vaksin Palsu
VIVA.co.id – Ketua DPR RI Ade Komarudin, menyarankan pemerintah membentuk pusat krisis atau crisis center dalam mengatasi permasalahan pemberian vaksin palsu. Pusat krisis ini tidak hanya dibentuk di tingkat nasional, tapi juga didirikan di rumah sakit-rumah sakit yang sempat menggunakan vaksin palsu.
Salah satu tugas dari pusat krisis ini, ujar Ade, adalah memastikan anak-anak dan balita yang sebelumnya menggunakan vaksin palsu mendapatkan vaksinasi ulang. Namun, kondisi dihadapkan oleh identifikasi data yang harus dihimpun. Karena itu, perlu ada tim di pusat krisis itu yang melakukan verifikasi data terhadap korban-korban vaksin palsu.
Terlebih, peredaran vaksin palsu ini diduga kuat sudah terjadi sejak 2003 silam.
“Jadi untuk memverifikasi data-data korban itu. Kalau data sudah terverifikasi, maka vaksin ulang itu bisa berhasil. Jadi kekuatan data juga penting,” kata Akom, sapaan akrab Ade, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu 20 Juli 2016.
Tidak hanya itu, pusat krisis, terutama di tingkat nasional, diharapkan dapat melakukan pencegahan dan pengawasan terhadap peredaran obat dan vaksin palsu. Selain itu, dengan adanya pusat krisis ini, aparat keamanan dapat menelusuri dan menangkap pihak-pihak yang terkait penyebaran dan pembuatan vaksin palsu tersebut.
“Jika tidak dibuat crisis center, maka akan simpang siur permasalahan vaksin palsu ini. Jadi Menkes harus membuat crisis center. Akar masalahnya itu apa, itu juga jadi tugas crisis center,” ucap Akom.
Pembentukan pusat krisis ini, ujar Akom, tidak hanya dilakukan di tingkat nasional, yang dipimpin langsung oleh menteri. Tapi juga di RS yang sempat menggunakan vaksin palsu.
“Jadi jelas siapa yang bertanggung jawab mengatasi masalah ini di rumah sakit tersebut, juga di pemerintah,” kata politisi Partai Golkar ini.
Sementara untuk pembentukan Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Obat dan Vaksin Palsu, Ade mengungkapkan, saat ini Komisi IX DPR RI tengah menyiapkan rencana pembentukan Panja tersebut. Bahkan, jika dianggap perlu, DPR RI bakal membentuk tim pengawas dalam upaya menyelesaikan kasus vaksin palsu ini.
Tim pengawas itu, lanjut Akom, berasal dari komisi-komisi yang terkait, seperti Komisi III terkait penegakan hukum dan Komisi VI yang terkait BUMN. Keterlibatan Komisi VI dianggap penting lantaran Bio Farma selaku produsen vaksin dan obat tersebut merupakan BUMN.
“Saya ingin semua pimpinan dewan ada di dalamnya agar efektif dan teman-teman di Komisi IX sebagai mayoritas, Komisi III dan Komisi VI juga penting. Anggota tim itu biasanya 30 orang untuk lakukan pengawasan pelaksanaan persoalan vaksin palsu ini,” kata Akom. (Webtorial)