Hari Ini, Mohammad Sanusi Jadi Saksi Eks Bos Agung Podomoro
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id – Anggota DPRD DKI Jakarta Mohammad Sanusi bakal menjadi saksi dalam sidang dugaan suap pembahasan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis (RTRKS) Pantai Utara Jakarta dengan tersangka Ariesman Widjaja di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin, 18 Juli 2016.
Dua anggota DPRD DKI lainnya, yaitu Bastari Barus dan Merry Hotma, juga akan didengar keterangannya terkait kasus yang menimpa mantan eksekutif di PT Agung Podomoro Land (APL) tersebut.
Dalam persidangan Ariesman sebelumnya 13 Juli 2016, sejumlah fakta penting terkait kasus ini terus bermunculan.
Dalam bukti rekaman yang dikeluarkan oleh Jaksa Penuntut Umum terungkap, Sugianto Kusuma, pemilik Agung Sedayu Grup disebut telah menjanjikan uang agar Raperda RTRKS segera diparipurnakan.
Manajer Perizinan PT Agung Sedayu Group Saiful Zuhri mengatakan kepada anggota DPRD dari Fraksi Partai Gerindra, M Sanusi, agar segera menggelar Sidang Paripurna Raperda RTRKS.
"Kalau jam 2 lewat eggak ada apa-apa, biar saya bilang ke bos (Aguan). Supaya bilang ke Prasetyo biar diurusin. Itu biar nanti Pras yang atur,” ujar Saiful Zuhri saat berkomunikasi melalui via telepon dengan Sanusi, dalam rekaman yang diperdengarkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 13 Juli 2016.
Dalam surat dakwaan Ariesman yang disampaikan oleh KPK, Sanusi beberapa kali disebut melakukan pertemuan dengan Aguan.
Pada Desember 2015, Sanusi menghadiri undangan Aguan kepada sejumlah anggota dewan di Taman Golf Timur II/11-12 Pantai Indah Kapuk (PIK). Sejumlah anggota DPRD DKI yang hadir seperti Mohamad Taufik, Mohamad Sanusi, Mohamad Sangaji, Selamat Nurdin, dan Prasetyo Edy Marsudi.
Kemudian pada Februari 2016, Sanusi kembali menemui Aguan di Kantor Agung Sedayu Group di pusat pertokoan Harco Glodok, Mangga Dua, Jakarta Pusat. Pertemuan tersebut ditujukan untuk mempercepat pengesahan Raperda RTRKS menjadi Perda.
Sebagai salah satu pengembang reklamasi, Agung Sedayu Group melalui PT Kapuk Naga Indah (KNI) telah mengantongi izin reklamasi untuk Pulau A, B, C, D, dan E dengan areal seluas lebih dari 1000 hektare.
Diketahui, sejak 2014, PT KNI sudah membangun ruko, rumah, dan berbagai infrastruktur di Pulau C-D. Namun, hingga saat ini KNI belum memiliki izin mendirikan bangunan di Pulau D. Ketentuan mengenai IMB di pulau-pulau reklamasi tersebut baru akan diatur dalam Perda RTRKS yang kini justru memunculkan kasus korupsi.
Sebelumnya, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta menegaskan bahwa pengembang pulau hasil reklamasi tidak bisa mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan berdasarkan Peraturan Daerah No 8 Tahun 1995 tentang Reklamasi dan Tata Ruang Pantura Jakarta.
Kepala Bappeda DKI Tuty Kusumawati menyatakan, Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 tahun 1995 tersebut belum memuat detail tentang rencana tata ruang baru yang sudah disusun oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berdasarkan urban design guidelines dari Perda No 1 Tahun 2012 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Wilayah.
“Perda lama belum memuat zonasi, belum ada detailnya. Makanya kita ajukan revisi dan kita tambahkan detail itu. Izin membangun di pulau reklamasi, termasuk Pulau C- D harus menunggu Raperda RTRKS disahkan,” kata Tuty.
Sanusi sudah ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka pembahasan Raperda RTRKS. Pada 1 April 2016, anggota DPRD dari Partai Gerindra tersebut tertangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
Pekan lalu, KPK kembali menetapkan Sanusi sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). (ase)