Eksportir Nasional Didesak Lebih Kreatif Incar Pasar China
- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id – Pertumbuhan ekonomi Tiongkok sepanjang kuartal II tercatat tumbuh sebesar 6,7 persen. Capaian ini sedikit lebih tinggi dibandingkan perkiraan sejumlah analis yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi negeri tirai bambu itu hanya mampu tumbuh di kisaran 6,6 persen.
Lantas, apakah capaian tersebut mampu memberikan angin segar bagi perekonomian dunia, khususnya Indonesia?
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa dari Badan Pusat Statistik, Sasmito Hadi Wibowo, menilai laporan Biro Statistik Tiongkok tidak serta merta menjadi sentimen positif bagi ekonomi gobal, khususnya Indonesia. Meski capaian tersebut lebih tinggi dari proyeksi, namun besarannya tidak akan mengkompensasi.
“(Pertumbuhan 6,7 persen) sebetulnya untuk ukuran Tiongkok itu rendah. Tapi tetap, mereka masih bisa tumbuh,” ujar Sasmito saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat 15 Juli 2016.
Sasmito menjelaskan, sebagai salah satu negara dengan perekonomian terbesar saat ini, Tiongkok memiliki andil tersendiri dan memegang peran penting dalam struktur ekonomi global. Negara-negara di seluruh dunia, sangat berharap perekonomian negara tersebut bisa kembali tumbuh tinggi, karena memiliki implikasi yang positif.
“Mereka (Tiongkok) punya tingkat demand (permintaan) yang sangat besar. Sehingga, jika demand itu turun (karena melambatnya ekonomi Tiongkok), ini akan sangat terasa,” kata dia.
Maka dari itu menurut Sasmito, di tengah masih adanya ketidakpastian tersebut, para eksportir nasional harus bisa kreatif dalam menjajakan barang miliknya ke beberapa daerah potensial di Tiongkok. Cara tersebut dianggap merupakan hal yang paling efektif dilakukan untuk menggenjot ekspor saat ini.
“Kalau perlu masuk ke wilayah Sichuan yang mayoritas masyarakatnya muslim. Atau ke Beijing dan daerah utara Tiongkok yang juga memproduksi pakaian musim dingin. Kita harus mulai melakukan segmentasi pasar ke Tiongkok,” jelas dia.
Selama ini, ekspor Indonesia ke Tiongkok hanya didominiasi oleh ekspor batubara dan Crude Palm Oil. Dengan lebih melihat kepada segmentasi pasar di sana, bukan tidak mungkin produk yang lain bisa memasuki pangsa pasar Tiongkok. Tentunya, produk dalam negeri yang sudah teruji dengan kualitas yang mumpuni.
“Penduduk mereka itu sangat besar mencapai 1,2 miliar. Ekspor kita selama satu bulan itu tidak banyak, sementara impor justru banyak. Sayang sekali kalau kita tidak bisa penetrasi,” kata dia.
(ren)