PMN yang Diajukan Pemerintah Tidak Relevan
VIVA.co.id – Anggota Komisi VI DPR RI dari FPDIP Rieke Diah Pitaloka menegaskan, Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diajukan pemerintah tidak relevan.
Lebih lanjut dia mengaku heran dengan pengajuan PMN tersebut disaat sejumlah kementerian dan lembaga mengalami pemangkasan anggaran.
"Anggaran kementrian dan lembaga dipotong, anggaran negara buat suntik BUMN," sindir Ketua Pansus Pelindo II DPR RI ini di DPR RI Jakarta, Senin 20 Juni 2016.
Penghematan anggaran ini merupakan Instruksi Presiden (Inpres) No 4 Tahun 2016 tentang Langkah-langkah Penghematan dan Pemotongan Belanja Kementerian/Lembaga dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016.
Inpres ini ditujukan untuk pengendalian dan pengamanan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), ujar politisi PDIP ini.
Selain itu, kata dia, berdasarkan Inpres No 4 Tahun 2016 pemerintah mengajukan target penghematan Kementerian dan Lembaga di APBN P 2016 sebesar Rp50,1 triliun (dari target awal Rp785 triliun menjadi Rp744 triliun).
"Di saat bersamaan pemerintah (Menteri BUMN) justru mengajukan suntikan anggaran negara untuk BUMN, yang disebut dengan Penyertaan Modal Negara," ujar aktivis perempuan ini.
Paling tidak, kata dia, ada dua PMN yang disampaikan oleh Menteri Keuangan, Bambang Brojonegoro, di Komisi VI DPR RI (20/6/2016), yaitu:
1. PMN yang telah ditetapkan dalam UU No 14 Tahun 2015 tentang APBN 2016, senilai Rp 34,318.60 triliun (tunai Rp31.750 triliun, non tunai Rp2,568.60 triliun) untuk 23 BUMN. Ditunda pencairannya dan diajukan untuk dapat dicairkan di APBNP 2016.
2. Ajuan PMN baru di APBNP 2016 untuk tambahan PMN PT PLN sebesar Rp13,560.10 triliun.
"Mari kita berhitung total PMN yang diharapkan cair di APBNP (poin 1+2) Rp 34, 318.60 triiun + Rp13, 560.10 triliun = Rp47, 878.70 triliun. Total Penghematan Kementrian Lembaga Rp50,1 triliun - Rp47,878.70 triliun = Rp 2,378.70 triliun.
Artinya penghematan yang dilakukan di seluruh kementerian dan lembaga dari kas negara senilai kurang lebih 97 persen adalah untuk menyuntik BUMN," kata Rieke.
Padahal, kata dia, PMN yang digelontorkan dari kas negara pada tahun 2015 sebesar Rp64, 88 triliun yang diberikan kepada 39 BUMN, hingga saat ini tidak jelas keberadaannya.
"Bahkan saya mendapatkan informasi ada BUMN yang hanya menyimpannya di deposito," ujar dia.
Adapun terkait kapasitas kehadiran Menkeu dalam Raker kali ini, Rieke berpandangan bahwa sesuai dengan perintah, pertama, UU No 17 tahun 2003 bahwa Menteri Keungan bertindak sebagai Chief Financial Officer Republik Indonesia.
Kedua, Pasal 3, PP 41 Tahun 2003 bahwa Menteri Keuangan memiliki kedudukan, tugas dan kewenangan yang tidak dilimpahkan kepada Menteri BUMN terkait penatausahaan setiap penyertaan modal negara dan pengusulan setiap penyertaan modal negara terhadap BUMN
Berdasarkan hal-hal di atas Rieke pun menyatakan dua hal, yaitu:
Pertama, meminta Menteri Keuangan untuk memberikan jawaban tertulis terkait hasil evaluasi atas PMN 2015 di Lingkungan Kementerian BUMN. Sekali lagi sumber PMN itu adalah uang rakyat yang ada di kas negara.
Kedua, mengingat kondisi keuangan negara hingga pos-pos di Kementerian yang menyangkut pada pelayanan hak dasar rakyat seperti kesehatan, pendidikan, serta koperasi dan UMKM pun dipangkas. Untuk terpenuhinya prinsip-prinsip yang diperintahkan dalam UU 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, terutama prinsip keadilan.
“Saya menyatakan menolak pencairan PMN 2016 dan menolak penambahan PMN di APBNP 2016 untuk selanjutnya dibahas kembali di RAPBN 2017 dengan memperhitungkan kondisi keuangan negara," ujarnya. (Webtorial)