21-06-1963: Prancis Hengkang dari NATO
- www.breitbart.com
VIVA.co.id – Hari ini 53 tahun silam, Prancis, salah satu negara pendiri Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), memutuskan untuk keluar dari keanggotaan. Hal ini dibuktikan dengan ditariknya armada Angkatan Laut Prancis atas perintah Presiden Charles de Gaulle.
Melansir situs History, kebijakan ini sempat mengguncang NATO sekaligus membuktikan bahwa Prancis tidak ingin tunduk pada kebijakan soal penjualan alat utama sistem persenjataannya (alutsista).
Seperti diketahui, NATO dianggap berada di bawah ‘pengaruh’ Amerika Serikat. Hal ini juga berimbas ke kebijakan negara Barat soal kepemilikan dan penjualan senjata ke negara lain.
De Gaulle berpendapat, campur tangan AS yang dalam terhadap NATO jelas akan melemahkan kekuatan Prancis serta akan membuat negeri itu tunduk pada dominasi Paman Sam.
Beberapa bulan sebelum memutuskan hengkang, AS telah mendesak NATO untuk menerima rencananya, di mana Armada AL Atlantik Utara akan dipersenjatai dengan rudal nuklir Polaris.
Kapal-kapal perang mereka akan memiliki awak yang terdiri dari beberapa personel dari berbagai negara NATO. Prancis menolak keras rencana ini.
Mereka beralasan bahwa berbagi informasi soal teknologi militer, khususnya nuklir, adalah "hal yang sensitif". Selain itu, Prancis mempertegas ingin mempertahankan kontrol mutlak atas kapal perangnya untuk melaksanakan program tersebut.
Karena belum ketemu kata sepakat, maka pemerintahan de Gaulle memutuskan untuk undur diri dari organisasi militer pesaing Pakta Warsawa itu.
Meskipun telah dibujuk oleh Presiden John F. Kennedy, namun sikap de Gaulle tetap pada pendiriannya. Jadilah Prancis, negara satu-satunya di Benua Biru, yang melenggang sendirian mengamankan kedaulatannya.