Subsidi Solar Dipangkas Lagi, Rakyat dan Ekonomi Dikorbankan
VIVA.co.id – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana memangkas lagi subsidi solar dari saat ini sebesar Rp1.000 per liter menjadi hanya Rp350 per liter. Rencana itu tertuang dalam Perubahan APBN 2016 yang disampaikan kepada DPR RI, dimana subsidi BBM dan LPG akan dikurangi Rp23,1 triliun menjadi Rp40,6 triliun. Subsidi tetap solar Rp350 per liter dijadwalkan berlaku mulai 1 Juli 2016.
Anggota Komisi VI DPR RI Bambang Haryo mengatakan, alih-alih mendorong perekonomian, dampak kebijakan ini justru menekan pertumbuhan ekonomi domestik.
"Lihat saja hasilnya, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik, ekonomi hanya tumbuh 4,70 persen atau terendah selama 6 tahun. Ini kali pertama ekonomi Indonesia tumbuh di bawah 5 persen sejak 2009," ujarnya melalui siaran pers, Jumat 17 Juni 2016.
Ia menambahkan, kenyataan yang paling menyakitkan adalah solar subsidi ternyata dijual lebih mahal dibandingkan dengan solar non subsidi atau solar industri (HSD). Sebagai bukti, PT Patra Niaga (anak perusahaan Pertamina) menjual solar non subsidi Rp4.500 per liter, padahal harga solar subsidi saat ini masih Rp5.150 per liter.
"Dengan asumsi subsidi solar saat ini Rp1.000 per liter dan harga solar industri Rp4.500 per liter, berarti terdapat selisih Rp1.650 per liter yang masuk kantong Pertamina. Apabila konsumsi normal solar sekitar 30.000 kiloliter per hari, berarti uang subsidi solar yang disedot Pertamina mencapai Rp49,5 miliar per hari atau Rp17,8 triliun per tahun," ujarnya.
Menurutnya, dalam kondisi seperti ini, rencana pengurangan subsidi solar menunjukkan pemerintah naif, sekaligus membohongi rakyat.
"Pasalnya, langkah ini dilakukan ketika harga BBM rendah, sementara BBM yang dijual kepada rakyat ternyata lebih mahal dari seharusnya," ujar Politisi Gerindra tersebut. (Webtorial)