Rezeki Ramadan, Manisnya Laba Kue Kering

Jualan kue kering
Sumber :
  • VIVA.co.id/Agustunus Hari

VIVA.co.id – Maimuna Nikolaas (66) terlihat merapikan toples-toples kosong di rak rumahnya. Meski sudah tak muda lagi, tapi semangat bekerja masih terpancar dari raut wajahnya.

Catat, Ini Jadwal Penjualan Tiket Kereta Api Periode Idul Fitri 2022

"Saya baru saja menyelesaikan kue-kue pesanan dari langganan yang menjalankan paket atau kumpulan kue. Tak banyak, hanya 240 toples untuk empat orang," ujar penjual kue kering ini saat ditemui di rumahnya, di Kelurahan Sindulang, Manado, Sulawesi Utara, Rabu, 15 Juni
2016.

Tak ada yang tersisa di rumahnya, toples berisi kue telah habis dibawa oleh pemesan. Hanya terlihat tumpukan telur berbaki-baki, terigu dan bahan-bahan lain untuk membuat kue. “Semuanya sudah dibawa, tadi malam. Tidak ada yang tersisa," katanya.

Kemenkes Yakin Omicron Siluman Tak Bikin Lonjakan Kasus Jelang Lebaran

Rencananya dia baru akan memulai membuat kue lagi minggu depan, untuk memenuhi pesanan perorangan, jumlahnya hanya puluhan toples saja. “Tak banyak di bawah 100 toples. Ada juga pembeli yang menjual lagi kue ini," kata Maimuna.

Untuk Idul Fitri, pesanan sebenarnya tidak terlalu banyak dibandingkan dengan Natal dan Tahun Baru. Peningkatannya hanya sekitar 50 persen saja, dibandingkan dengan hari biasa. 

Waskita: Perbaikan 2 Ruas Tol Trans Sumatera Rampung Sebelum Lebaran

Pemesanannya pun hanya sekitar Sulawesi Utara saja, seperti Manado, Minahasa Utara, Bitung dan daerah lainnya.

Dia menceritakan usahanya dimulai sejak 2004, dengan hanya membuat kue besi tindis dengan modal Rp300 ribu. Kemudian terus berkembang hingga saat ini. 

Namun, dia mulai serius menjalani bisnisnya sejak 2011. Sebab, sebelumnya sering ke Jakarta untuk menengok anaknya di sana. Usahanya kurang diperhatikan.

Setelah ditekuni sejak 2011, pesanan membanjir dari berbagai kalangan, tidak hanya di Manado saja, dari Kotamobagu, Gorontalo, Jakarta, Surabaya, dan kota lainnya. 

“Sampai-sampai saya kewalahan menerima orderan. Meskipun sampai saat ini masih banyak yang menelepon, namun dengan terpaksa menolaknya. Saya hanya katakan mohon maaf karena sudah tidak mampu memenuhi orderan," ujarnya.

Yang paling banyak memesan adalah masyarakat yang menjalani paket. Sekali pesan bisa sampai 50-100 ukuran besar. Sedangkan untuk perorangan memesan paling sedikit tiga-10 toples besar.

Untuk membantunya bekerja, dia merekut lima orang karyawan yang berada di sekitar rumahnya. Mereka bertugas membuat adonan saja, sedangkan bahan-bahannya berasal darinya. 

Untuk pembayarannya dihitung per kilogram (kg). Setiap satu kilogram diberikan upah Rp50 ribu.

“Untuk pengerjaannya di rumah masing-masing agar mereka tetap dapat mengurus rumah tangganya," kata ibu empat orang anak ini.

Namun, sebelum direkrut menjadi karyawan, dia melatih mereka lebih dahulu selama tiga bulan biar bisa terampil. Sebab, hal ini penting agar kualitas kuenya tidak berubah. 

Pada waktu itu, ia melatih sebanyak 10 orang, namun yang tersisa tinggal lima orang.

“Saat ini kue kering yang dijual antara lain nastar spekulas, telur gabus keju, besi tindis, kolombeng kacang, brood kenari, good time, palm sugar, fantasy, korn flakes dan skypy. Untuk toples kecil dijual Rp20-45 ribu. Sedangkan toples besar Rp165-220 ribu,” ujar Maimuda.

Untuk pemasarannya saat ini hanya mereka yang menelepon atau datang langsung ke rumahnya, sedangkan untuk dititipkan di supermarket tidak dilakukannya, karena pernah kecewakan. 

“Kue kering saya pernah dititipkan ke pasar swalayan ditaruh hanya di rak paling bawah. Dari situ, saya tidak mau lagi titip ke pasar swalayan," katanya.

Pemudik. Foto: dokumen pribadi

Mudik di Desa Penari

Mudik dan urbanisasi menjadi bagian dari rangkaian lebaran. Keduanya mempunyai dampak yang tak terelakan.

img_title
VIVA.co.id
8 Mei 2022