Baleg Pertanyakan Keseriusan Pemerintah di Prolegnas 2016
- VIVAnews/Anggi Kusumadewi
VIVA.co.id – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR, Mukhamad Misbakhun memertanyakan keseriusan pemerintah soal target Prolegnas 2016. Dalam rapat kerja antara Baleg dan pemerintah, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengajukan 5 RUU baru untuk masuk dalam Prolegnas Prioritas 2016.
Pengajuan itu dinilai berbeda dengan pernyataan Presiden Joko Widodo yang menilai DPR terlalu banyak membuat Undang-undang. Padahal, secara konstitusi, pembuatan UU hanya dapat dilakukan antara DPR dengan pemerintah. Kalau salah satu pihak menyatakan tidak ingin membahas UU, maka pembahasan UU tidak dapat dilanjutkan.
“Di sini saya ingin menegaskan konsistensi dan sikap pemerintah seperti apa, seberapa serius kita akan menyelesaikan permasalahan,” kata Misbakhun di kompleks Parlemen Senayan, Rabu 8 Juni 2016.
Anggota Baleg lain, Hermanto juga mengingatkan keseriusan pemerintah soal target Prolegnas Prioritas antara DPR dan pemerintah. Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan, perlu kajian mendalam untuk memilah RUU mana yang seharusnya menjadi prioritas untuk dibahas tahun ini.
Hermanto menyebut beberapa RUU yang diusulkan pemerintah dan DPR untuk masuk dalam Prolegnas Prioritas seharusnya belum harus dimasukkan. Seperti RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Namun, beberapa RUU memang sudah harus masuk Prolegnas Prioritas, seperti RUU Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Kita perlu kajian mendalam soal UU Prioritas, mana yang betul-betul prioritas mana yang belum,” ujar dia.
Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly mengatakan, pernyataan Jokowi soal DPR yang terlalu banyak membuat UU diakibatkan target pembahasan RUU yang tidak tercapai. Berdasarkan pengalaman pembahasan RUU yang lalu, soal target penyelesaian RUU ibarat ‘jauh panggang dari api.’
Hal inilah yang membuat Jokowi mengeluarkan pernyataan tersebut. Faktanya, kata Yasonna, meskipun Jokowi mengatakan hal itu, tapi tetap mengeluarkan Amanat Presiden (Ampres) sebagai surat jalan pembahasan RUU pemerintah bersama DPR.
“Ternyata Presiden juga tetap menandatangani Ampres, jadi mohon dipahami agar kita realistis saja,” ujar Yasonna. (Webtorial)