Presiden Direktur PT Lion Air Grup Edward Sirait

Kami Tidak Mengambil Alih Bandara Halim

Presiden Direktur PT Lion Air Group Edward Sirait
Sumber :
  • VIVA.co.id/M. Ali. Wafa

VIVA.co.id – 16 Tahun mengudara di langit Indonesia dan internasional, kinerja maskapai Lion Air tak selalu mulus. Maskapai ini kerap didera sejumlah persoalan, mulai dari keterlambatan (delay) yang terus berulang hingga keamanan terbang yang membuat maskapai terkena sanksi tegas dari Kementerian Perhubungan.

Soal delay yang kerap terjadi, Presiden Direktur PT Lion Air Grup Edward Sirait, tidak membantahnya. Kini manajemen tengah berupaya mengurangi dengan jalan menjadwalkan ulang jam penerbangan. Sedikitnya Lion butuh waktu 1,5 tahun sampai target ideal tercapai.

Begitu pula perkara keamanan. Manajemen menitikberatkan pengawasan pada bagian bagasi yang kerap menjadi sasaran penjarahan. Pengawasan dilakukan maksimal, terutama menjelang arus mudik dan balik Lebaran 2016, di mana terjadi lonjakan penumpang.

Lion yang berdiri pada Oktober 1999 menempati Terminal 1 Bandara Soekarno-Hatta untuk penerbangan domestik dan terminal 2F untuk penerbangan internasional, kini mengoperasikan 252 pesawat dengan berbagai tipe.

Sebanyak 113 pesawat dioperasikan lewat bendera Lion Air, lainnya tersebar di maskapai penerbangan grup, yakni Batik Air sebanyak 36 pesawat, Wings Air 50 pesawat, Lion Bizjet sebanyak tiga pesawat, Malindo Air 29 pesawat dan Thai Lion sebanyak 21 pesawat.

Jumlah pesawat yang dioperasikan grup meningkat drastis dibandingkan kondisi maskapai di tahun 2005, di mana Lion Air baru memiliki 24 pesawat yang terdiri dari 19 pesawat MD-82 series McDonnell Douglas dan 5 pesawat DHC-8-301.

Bagaimana perkembangan Lion Grup saat ini, berikut wawancara VIVA.co.id dengan Presiden Direktur PT Lion Air Group, Edward Sirait, Rabu 1 Juni 2016 di kantornya, Jalan Gajah Mada, Jakarta.

Bagaimana persiapan Lion Air Group menghadapi lonjakan penumpang saat arus mudik dan balik Lebaran 2016?

Berdasarkan waktu, kita ini kan bukan lagi perusahaan penerbangan baru, sudah 16 tahun. Seperti Batik Air dan Wings Air kan dikelola orang-orang dari Lion Air juga. Seperti tahun sebelumnya, menjelang arus mudik Lebaran akan terjadi peningkatan penumpang, dan kita sudah ada data rute-rute mana saja yang akan terjadi peningkatan luar biasa.
 
Tapi ya,setiap tahun kelihatannya angkutan Lebaran itu berubah. Persiapan kami adalah memaksimalkan kapasitas yang ada saat ini, artinya dua minggu sebelum Lebaran dan dua minggu setelah Lebaran, kurang lebih 30 hari. Hanya saja menurut pengalaman, biasanya lonjakan penumpang akan terjadi 10 hari sebelum dan setelah Lebaran. Kami yakin dengan ketersediaan armada dan kru yang profesional, kami akan bisa mengatasi lonjakan penumpang Lebaran tahun ini.

Lembaga Survei Ingin Hidup 1.000 Tahun Lagi

Sudah mengajukan extra flight?

Saat ini memang baru Batik Air yang mendapat tambahan extra flight. Kita juga harus melihat kondisi bandara-bandara, karena ada bandara yang saat siang penuh, jadi kami  adakan extra flightnya malam hari. Untuk Batik Air kami tambah 10 persen dari kapasitas. Saat ini sedang kita uji coba permintaan pasar, kalau bisa diserap akan ditambah lagi. Untuk Batik Air dari rata-rata 12 ribu penumpang per hari menjadi 15 ribu penumpang. Nah buat kami itu tidak sulit.

Pasar Digital Payment RI Masih 1 Persen

Selain Batik Air, Wings Air dalam persiapan permintaan extra flight, begitu juga dengan Lion Air. Kebetulan Wings Air kan beroperasi banyak di daerah Timur Indonesia. Jadi kita juga harus melihat berapa banyak pemudik ke rute yang kami layani.  Mengenai penambahan rute dan extra flight ini kami harus benar-benar perhatikan. Salah satu kelebihan kami adalah dalam satu paket bisa melayani dari bandara kecil hingga bandara besar.

Kira-kira berapa peningkatan arus mudik tahun ini?

Seni dan Budaya Harus Bersih dari Politik

Kalau peningkatan itu normal pasti ada setiap tahunnya. Hanya saja pola Lebaran tahun ini saya lihat berbeda, kenapa? Karena Lebaran saat ini bertepatan dengan musim libur sekolah, otomatis jumlah yang bepergian meningkat dibandingkan tahun lalu. Kedua adalah masa penerimaan mahasiswa baru sudah selesai, juga bisa mendorong peningkatan karena dananya kan sudah disiapkan buat mudik. Kalau kenaikan sekitar tiga sampai empat persen dibanding tahun lalu.

http://media.viva.co.id/thumbs2/2016/03/11/370420_pesawat-baru-lion-air-_663_382.jpg

Saat ini Lion Air masih bertahan di harga murah, bagaimana persaingannya?

Memang informasi itu sudah lebih terbuka dan yang saya perhatikan Lion Air harus menyesuaikan  dengan masyarakat. Contohnya, kami selalu membuka rute-rute. Rutenya pun selalu memperkirakan daya beli masyarakat di sana. Jadi jika daerah itu sudah berkembang, ya akan kami sesuaikan tarifnya. Harus selaras dengan motto kami 'We Make People Fly'.  Kami pakai subsidi silang, kinerja Lior Air total demi masyarakat.

Ada istilah rute gemuk dan rute kurus?

Istilah jalur kurus dan gemuk selama penerbangan saya kira tidak ada. Karena pengertian saya selagi masih ada penumpang dan maskapai bisa jalan, rute itu bagus. Yang terpenting adalah bagaimana usaha penerbangan itu bisa hidup. Jadi mengenai jalur gemuk dan kurus itu bisa menjadi relatif.

Semua rute itu menjadi gemuk ketika ada persaingan, akan kurus kalau semua maskapai merugi. Seperti Jakarta-Medan itu lebih bagus penumpangnya, dibanding Jakarta-Surabaya. Karena di Surabaya banyak maskapai di sana. Kita harus tahu karakter masyarakatnya. Mereka mau ke mana. Kita pelajari itu.

Soal izin rute, apakah Lion Air Grup mengalami kesulitan?

Ada beberapa hal yang kita pikir kurang tepat. Contoh bandara-bandara yang baru direhabilitasi. Tapi yang kami utamakan adalah aspek keamanan demi kepentingan masyarakat.

Lalu, bagaimana dengan ekspansi? Apa rencana Lion Grup?

Kami memang selalu ingin mengembangkan tapi semua perlu pengkajian yang matang. Hanya saja saat ini pasar terbesar adalah Asia Selatan. Di China dan India dengan jumlah penduduk yang besar merupakan pasar yang cukup baik.

Memang kebanyakan statusnya mereka menggunakan pesawat kami dengan charter tapi penerbangan langsung. Meski selatan tapi wilayah sana terbuka luas. Sekarang masih membenahi di dalam negeri dulu saja. seperti Batik Air dan Lion Air bagaimana supaya bisa membaik dari sisi delay manajemen. Jadi soal delay manajemen  akan kami tingkatkan dari sekarang 82,5 persen target kami 85 persen.

Pembenahan di dalam negeri?

Ya, pembenahan manajemen ke dalam. Seperti mereschedule jadwal jangan sampai ada lagi keterlambatan. Saat ini manajemen delay kita sudah cukup baik hanya perlu perbaikan lagi dan akan terus kami lakukan. Saat pesawat kami rusak di daerah dan jauh butuh waktu untuk perbaikan. Jadi kami lagi mencari jalan bagaimana meminimalisasi bagaimana supaya delay tidak sering terjadi. Kami butuh waktu satu setengah tahun untuk melakukan pembenahan.

Seperti halnya banyak kejadian pencurian di bagasi itu adalah oknum, dan kami sedang menelusurinya. Ternyata banyak faktor dari karena lapar, kalap dan butuh uang. Saat ini mungkin sudah berkurang sekitar 30 persen, pengawasan kami tingkatkan, dan kami akan terus mengimbau calon penumpang untuk tetap menjaga keamanan barang bawaannya.
Saat ini pembenahan pesawat juga sedang kami lakukan di Batam. Termasuk dengan kru seperti awak pesawat dan semua kru yang terlibat kami berikan pelatihan.

Mengenai ground handling yang dialami Lion Air?

Personel sudah diberhentikan kontraknya. Dalam konteks ini kita evaluasi. Perusahaannya pihak ketiga, jadi bukan kita. Catatan SOP kita cek kembali. Jadi semua kita perketat lagi pengawasannya. Bandara paling canggih di dunia juga ada kejadian seperti itu. Namun kami tetap akan melakukan pembenahan dan perbaikan itu akan jadi fokus perhatian tahun ini.

Target 2016 sampai sejauh mana tercapai?

Kami sudah bisa menyelesaikan pembenahan seperti training, attitude, pengetahuan mereka, sistem operation procedur, kami juga sedang memikirkan sistem yang baik dan bisa dipahami.

Mengenai rute perintis, ada rencana ke sana?

Rute perintis? No, banyak orang salah persepsi. Rute perintis adalah penerbangan yang disubsidi pemerintah. Dan kami Lion tidak masuk ke sana, karena menggunakan anggaran negara, perintis itu muncul di rute-rute yang disubsidi oleh pemerintah. Apabila itu lapangan terbang komersil baru kami terbangi, karena ekonomisnya sudah tercapai. Saat ini memang ada bandara yang disubsidi (perintis) tapi saya kurang paham di mana saja.

Untuk destinasi tujuan wisata?

Kita lihat rute mana, dan tipe pesawat apa yang bisa didarati pesawat. Kalau tipe pesawat tidak cocok dengan kita punya ya kami tidak ada di sana, jadi bukan tidak mau bantu pemerintah melayani destinasi wisata. Saat ini, Wings Air ada 50 unit yang melayani Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, hampir diseluruh indonesia ada). Dari Batam kita ke Natuna. Masing-masing maskapai punya peminat yang berbeda-beda. Seperti Batik Air, penumpangnya agak berbeda, Lion Air kelas pekerja yang butuh cepat. Jadi masing-masing punya segmentasi.

Jadi, kalau dikatakan LCC (low cost carrier) saya kira tidak ya. Semuanya sama saja, hanya yang kita hilangkan gimmick-gimmicknya. Misalnya di Lion Air tidak dikasih makan, dan tidak ada tontonan, beda dengan Batik Air. Untuk pilot, pramugari dan kru semua sama, tidak dibedakan. Jadi ini adalah realitas dunia, pilihan, tergantung apa yang kita punya. Kami memberikan pelatihan di Batam sama, untuk Batik, Lion, Wings sama semua tidak dibedakan.

Terkait pengelolaan Bandara Halim Perdanakusumah?

Saya mau tegaskan di sini, bahwa kami tidak mengambil alih bandara Halim. Kami hanya menyewa lahan untuk operasional. Semua bukti perjanjian kami miliki lengkap dan sudah disahkan di Pengadilan. Intinya mari kelola bersama, karena ini menyangkut kepentingan masyarakat untuk memudahkan pelayanan transportasi udara. Kami hanya sewa 21 hektare lahan yang kami kelola untuk bandara komersial.

Dananya dari mana?

Memang ada rencana untuk direnovasi supaya lebih bagus, lebih besar dan lebih nyaman, Sekali lagi saya katakan kami tidak mengambil hanya menyewa.

Harapan terhadap industri penerbangan di Tanah Air?

Kami ingin total football. Kita ingin jadi tuan rumah di negeri sendiri. Kita juga ingin melayani, berharap bagaimana industri penerbangan di Indonesia bisa berkembang tidak hanya sebagai operator tapi juga memiliki pabrik pesawat sendiri. Kalau sampai hilang, momentum pun juga hilang. Kita itu hanya menjual tenaga. Kalau pun bisa bikin, sertifikatnya tidak dikasih.

Saya sudah bekerja di dunia penerbangan selama 30 tahun. Sudah berhasil mengembangkan diri, ini harus dijaga. Negara tanpa transportasi udara akan susah dan pertumbuhan ekonomi tidak akan berkembang dan maju.  

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya