S&P Sudah Temui Jokowi, Tapi Investment Grade Tak Membaik
- HaloMoney
VIVA.co.id – Kunjungan berkala lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor's (S&P) pada tahun ini belum membuahkan hasil positif. Paparan reformasi struktural yang di beberkan Presiden Joko Widodo nyatanya tidak cukup menyematkan rating layak investasi (Investment Grade) bagi Indonesia.
Dikutip VIVA.co.id, Kamis 2 Juni 2016, melalui keterangan resminya lembaga pemeringkat asal Amerika Serikat tersebut memberikan rating BB+ untuk peringkat utang negara jangka panjang, dan rating B untuk utang berjangka pendek pada tahun ini.
Secara garis besar, S&P menilai bahwa kerangka fiskal Indonesia sudah jauh lebih membaik, di mana hal ini bisa meningkatkan kualitas belanja publik. Namun, S&P tetap menggaris bawahi kinerja fiskal nasional yang belum menunjukkan adanya perbaikan secara signifikan baik itu secara siklus maupun struktural.
"Peringkat yang disematkan Indonesia menggambarkan pendapatan per kapita yang rendah. GDP (Produk Domestik Bruto) per kapita Indonesia diproyeksikan berada di kisaran US$3.600 di tahun 2016," bunyi keterangan resmi S&P.
Persepsi positif yang diberikan dari hasil review berkala, membuka kemungkinan S&P meningkatkan peringkat utang Indonesia dengan sejumlah persyaratan yaitu kinerja fiskal yang membaik, seperti misalnya defisit anggaran yang relatif berkurang, dengan porsi utang yang tetap terjaga.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowarodjo mengakui, bahwa tetap dipertahankannya peringkat Indonesia pada level BB+, menjadi suatu pekerjaan rumah yang harus diprioritaskan
"Upaya perbaikan penerimaan fiskal juga terus dilakukan pemerintah di tengah keperluan pembiayaan infrastruktur, dengan tetap memperhatikan aspek kehati-hatian," ujar Agus melalui keterangan resminya.
Secara garis besar, bank sentral diakui Agus telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan ketahanan sektor eksternal yang mencakup prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan Utang Luar Negeri bagi korporasi non-bank, pengelolaan nilai tukar yang fleksibel sejalan dengan nilai fundamental.
Kemudian pengelolaan tingkat kecukupan cadangan devisa, sampai dengan tersedianya second line of defense baik dari bilateral, regional, maupun global.
"Berbagai upaya reformasi struktural dimaksud, akan memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia dalam jangka menengah dan panjang," jelas dia.