Komoditi Pangan dan Tarif Angkutan Umum Sumbang Inflasi Mei

Kepala BPS, Suryamin
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa perkembangan indeks harga konsumen (IHK) pada Mei 2016, tercatat mengalami inflasi sebesar 0,24 persen. Lonjakan harga bahan pangan pada bulan tersebut, masih menjadi pemicu utama terjadinya inflasi.

Pengaruh Inflasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia

Kepala BPS, Suryamin menyebutkan, setidaknya ada tujuh indikator utama yang menyebabkan terjadinya inflasi.

Pertama, dari harga daging ayam ras yang meningkat di tingkat distributor, karena permintaan yang melonjak jelang bulan Ramadan. Dari 64 kota IHK, peningkatan harga tertinggi berada di wilayah Tanjung Pandan sebesar 38 persen dan Jambi 26 persen.

Agustus 2022 Indonesia Deflasi, Tapi Ada Komoditas Penyumbang Inflasi

“Daging ayam ras naik 17 persen, andil terhadap inflasi sebesar 0,08 persen, dan bobot 1,21 persen,” ujar Suryamin dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu 1 Juni 2016.

Kedua, adalah tarif angkutan umum yang naik sebesar 6,59 persen. Ini juga memberikan andil terhadap inflasi Mei 2016 sebesar 0,06 persen, dengan bobot 0,94 persen. Dari 35 kota IHK, Pontianak dan Singkawang menyumbang inflasi sebesar 39 persen, disusul oleh Ambon dan Tanjung Pandan sebesar 28 persen.

Memotret Lonjakan Harga di Hari Raya Idul Fitri

Ketiga, harga gula pasir yang meningkat 7,4 persen, karena tingginya permintaan jelang bulan puasa, namun tidak diiringi dengan stok yang memadai. Ini memberikan andil 0,06 persen terhadap inflasi dan bobot 0,94 persen. “Dari 80 kota IHK, Bulukumba menyumbang 19 persen, disusul dengan Sumenep dengan presentase sebesar 17 persen,” tutur dia

Keempat, lanjut Suryamin, adalah harga telur ayam ras yang naik sebesar 3,12 persen selama Mei 2016. Komoditi ini menyumbang 0,04 persen terhadap inflasi dengan bobot 0,69 persen. Dari 61 kota IHK, tertinggi berada di wilayah Batam sebesar 10 persen, kemudian Kupang dan Tegal delapan persen.

Kelima, minyak goreng yang naik sebesar 1,73 persen, dengan andil terhadap inflasi sebesar 0,02 persen, dengan bobot 0,87 persen. Hal ini, kata Suryamin, mencerminkan bahwa harga minyak kelapa sawit mulai membaik, dan pada akhirnya memengaruhi tingkat konsumsi masyarakat.

“Dari 67 kota IHK, Padang Sidempuan menjadi penyumbang tertinggi sebesar tujuh persen, kemudian disusul oleh Serang dengan persentase sebesar enam persen,” ungkap dia.

Keenam, yakni dari kenaikan harga rokok kretek filter yang berasal dari makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau. Suryamin mengatakan, kenaikan ini karena adanya perubahan dari peraturan baru mengenai tarif pengenaan cukai.

“Rokok kretek naik 0,71 persen, andil terhadap inflasi 0,02 persen, dengan bobot 1,93 persen,” ujar dia.

Terakhir, atau ketujuh, yakni dari naiknya harga emas dan perhiasan yang memberikan andil terhadap inflasi sebesar 0,02 persen dengan bobot 1,24 persen. “Ini, karena permintaan yang naik. Dari 67 kota, Bekasi (berkontribusi) delapan persen, Bungo dan Malang lima persen,” katanya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya