9 Temuan Penting Lapan Saat Gerhana Matahari Total
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id – Fenomena Gerhana Matahari Total (GMT) yang melewati sebagian wilayah Indonesia pada 9 Maret 2016 sudah menyita euforia masyarakat. Begitu fenomena tersebut berakhir, maka secara berangsur euforia masyarakat mulai surut. Di saat masyarakat mulai melupakan GMT, maka tidak demikian dengan peneliti. Para ilmuwan merangkum dan menganalisa hasil pengamatan mereka.
Lebih dari dua bulan setelah munculnya fenomena langka tersebut, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) merilis hasil penelitian dan pengamatan GMT. Lapan mencatat ada sembilan hal temuan terkait penelitian GMT tersebut.
Kepala Lapan, Thomas Djamaluddin mengatakan, hasil penelitian GMT oleh Lapan adalah salah satu riset yang dilakukan oleh peneliti di Indonesia. Menurutnya ada penelitian lain yang dilakukan tim di luar Lapan. Hasil dari berbagai peneliti dan institusi akan dipresentasikan dalam sebuah seminar internasional bertajuk International Symposium on Sun, Earth, and Life di Bandung.
"Hasilnya akan dipresentasikan di seminat di ITB pada 3-4 Juni 2016," ujar Thomas kepada VIVA.co.id, Selasa 31 Mei 2016.
Berikut rangkuman hasil penelitian Lapan soal GMT 2016:
1. Perekaman video proses gerhana di Parigi, Sulawesi Tengah, menunjukkan ketepatan perhitungan kontak gerhana dengan proses sesungguhnya yang teramati.
2. Pengamatan kontinus setiap 1 menit (dan menjadi setiap 30 detik sekitar fase puncak gerhana) dari Lapan Bandung saat Gerhana Matahari sebagian dibandingkan dengan perhitungan data gerhana, yang menunjukkan kesesuaian.
3. Analisis pola korona GMT 2016 menunjukkan pola siklus matahari pra-minimum yang indeksnya dapat digunakan sebagai indikasi untuk memprakirakan siklus aktivitas matahari berikutnya.
4. Pola medan magnetik korona dari pengamatan di Ternate, Maluku, dibandingkan dengan model struktur korona yang menunjukkan pola yang sesuai. Dapat ditelusur pola medan magnet di korona dalam menyebabkan pola pita di korona luar.
5. Analisis spektroskopi GMT dari Maba, Maluku Utara terkendala cuaca. Namun proses penelitian memberikan pengalaman yang berharga dalam pengembangan metodenya,
6. Ketidakteraturan ionosfer diukur di Manado dekat jalur Gerhana Matahari Total. Perubahan radiasi matahari saat gerhana berdampak pada proses ionisasi di ionosfer.
7. Lapisan F2 ionsfer di atas Biak (dekat jalur GMT) menunjukkan penurunan kerapatan ionosfer saat gerhana.
8. Pengukuran variasi medan magnet bumi di Ternate (jalur GMT) menunjukkan adanya penurunan medan magnet bumi yang prosesnya dipengaruhi oleh penurunan arus listrik di lapisan E ionosfer.
9. Tutulemma yang merupakan pola angka 8 perubahan posisi matahari selama setahun, termasuk saat Gerhana Matahari, berhasil diperoleh dari Lapan Bandung. Polanya menunjukkan kekhasan Indonesia di daerah sekitar ekuator, sedikit berbeda dari pola yang diambil di negara-negara lain di lintang menengah atau tinggi.