Tolak Lakukan Suntik Kebiri, Komisi IX Akan Panggil IDI
- VIVA.co.id/ Nuvola Gloria
VIVA.co.id – Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi kesehatan akan memanggil Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang menolak melakukan suntik kebiri kimia bagi penjahat seksual anak.
Anggota Komisi Kesehatan DPR Okky Asokawati menyatakan pihaknya akan segera memanggil IDI atas sikap penolakan tersebut menyusul terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Perlindungan Anak yang memuat hukuman penjara, mati, hingga kebiri kimia bagi penjahat seksual terhadap anak.
“Kenapa IDI menolak? Itu yang akan kami tanyakan secara langsung nanti dengan memanggil IDI. Kami akan dengar alasan-alasannya secara langsung,” ujarnya, Selasa 31 Mei 2016.
Bahkan, lanjut politisi PPP itu tak hanya Komisi IX yang mengagendakan rapat dengan IDI tapi juga Badan Legislasi DPR akan memanggil IDI.
Ia menuturkan, Perppu tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang salah satu ancaman hukumannya menyangkut soal kebiri itu memang perlu dikaji lagi secara lebih mendalam.
“Perlu ada kajian lebih komprehensif dan analitik terkait Perppu yang baru dikeluarkan oleh Presiden itu. Tentunya IDI punya alasan dan berbagai argumentasi penolakan,” katanya.
Menurutnya, dampak hukuman kebiri bagi pihak pelaku juga perlu dipikirkan lagi karena juga bakal membawa efek buruk yang bisa berpotensi memunculkan bentuk kejahatan baru.
“Pelaku yang dihukum kebiri pasti depresi, frustrasi, yang dari situ bisa saja berbuat apa saja. Belum tentu menimbulkan efek jera,” katanya.
Komisi IX sendiri, ucap Oky, memandang perlunya dilakukan kajian kembali karena terbitnya Perppu tersebut memunculkan pertentangan di kalangan masyarakat. Penolakan datang tak hanya dari IDI tapi juga banyak dari kalangan pegiat hak asasi manusia.
“Saya juga sudah mendengar juga dari seksolog yaitu dokter Boyke dan dokter Wimpie Pangkahila yang intinya tidak setuju dengan hukuman kebiri kimia terhadap pelaku itu,” ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan, berdasarkan pendapat kedua dokter tersebut Perppu ancaman hukuman soal kebiri kurang tepat. “Ibaratnya ingin membersihkan sesuatu yang kotor tapi sapunya juga kotor,” ujarnya.
Adapun menyangkut adanya ancaman hukuman mati, Oky mengaku setuju karena pelaku telah merusak masa depan korban.
“Bandar narkoba saja dihukum mati, pelaku kejahatan seksual yang mengakibatkan korban hancur mentalnya seumur hidup juga perlu dihukum mati,” kata Oky sembari mengingatkan bahwa di Perppu tersebut tidak ada soal rehabilitasi bagi korban, padahal pihak korban sangat butuh yang namanya pemulihan mental dan keadilan.
Ia menambahkan pihaknya mengapresiasi sikap pemerintah yang merespons bahayanya kejahatan seksual terhadap anak dengan menerbitkan Perppu tersebut.
“Kami harapkan dalam dua masa sidang ini aturan tersebut sudah bisa diselesaikan pembahasannya,” ujarnya.
Adapun mengenai Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual yang masuk dalam Program Legislasi Nasional Perubahan, Oky berpendapat RUU tersebut lebih lengkap daripada Perppu terkait Perlindungan Anak karena tak hanya menyangkut soal anak.
"Lebih luas, tak cuma soal anak, tapi juga kalangan perempuan hingga buruh pabrik," ujarnya. (Webtorial)