DPR Minta Pemerintah Berpegang Teguh Atas Mineral Right
VIVA.co.id – Anggota Komisi VII DPR RI, Satya Widya Yudha mengatakan RUU Migas masih dibahas DPR. Ada dua isu penting yang berkembang yaitu mengenai institusi dan kewenangan. Keduanya menjadi sorotan karena membahas berbagai elemen penting di sektor migas, salah satunya menyangkut tipe kontrak bagi hasil, production sharing contract (PSC), yang selama ini dipakai pemerintah.
Menurutnya, pembahasan tipe kontrak sektor migas menjadi pembahasan lintas fraksi di DPR.
“Apakah PSC akan seperti sekarang ini? Mesti diingat, saya mencoba mempengaruhi teman-teman di DPR bahwa tipe kontrak kita harus link kepada profitability. Kalau tidak, gak ada orang yang mau berusaha,” ujarnya di Jakarta, Jumat 27 Mei 2016.
Dalam membahas RUU Migas, ia berharap pemerintah tetap berpegang teguh atas mineral right, hak kelola untuk mengeksploitasi suatu wilayah. Pemerintah dituntut tetap di puncak dalam pengelolaan migas negara. Meski begitu, Satya tidak berjanji ketentuan migas ini akan selesai pada 2016. Sebab hingga kini pembahasannya belum sampai ke rapat paripurna.
Agar segera selesai, ia menilai RUU Migas harus dikombinasikan antara versi pemerintah dan DPR. “DPR tidak bisa buat keputusan yang versi DPR saja, tapi pemerintah juga begitu. Yang ada itu namanya versi bersama,” kata Satya. Nanti ada diskusi tingkat satu, diteruskan menjadi diskusi tingkat dua, baru menjadi undang-undang,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral I.G.N. Wiratmaja Puja berharap DPR segera mengundang pemerintah untuk membahas penyusunan draf dan naskah akademik RUU tersebut. Harapannya, aturan tersebut rampung tahun ini.
Pemerintah sudah memiliki usulan aturannya. Untuk hulu migas, pemerintah akan memperkuat PT Pertamina. Sementara Satuan Khusus Kerja Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) akan berubah menjadi BUMN Khusus yang mewakili pemerintah sebagai mitra dari kontraktor migas. (Webtorial)