Sebagai Wakil Tuhan, Standarisasi Hakim Agung Harus Tinggi
VIVA.co.id – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PPP Arsul Sani dalam diskusi Dialegtika Demokrasi dengan tema "Lembaga Peradilan di Pusaran Korupsi" mengatakan, Indonesia masih lemah dalam sistem reformasi peradilan.
"Negara yang peradilannya jauh lebih baik itu Ukraina. Sebab disana reformasi peradilannya jauh lebih berhasil dibandingkan reformasi politiknya. Di Ukraina mereka benar-benar memperhatikan sistem peradilan," ujarnya di Media Center DPR RI, Kamis 26 Mei 2016.
Ia menjelaskan, saat ini yang kita alami di Indonesia upaya peradilan itu baru di bagian tertentu dilakukan oleh peradilan.
"Upaya peradilan itu bukan sama sekali tidak dilakukan, saya melihat bahwa di bagian tertentu dari cetak biru dilakukan oleh peradilan. Sistem administrasi bidang peradilannya oke, tapi reformasi baru sebatas administrasi terkait pelayanan publik. Dari sisi kultural belum berhasil di reformasi," ujar Politisi PPP ini.
Ia menjelaskan, di Mahkamah Agung reformasi kultural sangat lemah sekali.
"Kalau kita di DPR sendiri, kita dilihat anggota DPR sebagai mahkamah yang memecat anggotanya sering terjadi. Hakim Agung yang ketahuan makan malam dengan orang yang akan disidangkan jarang kita lihat di non aktifkan. Itu yang belum kita lihat, malah dibela. Selama ini baru pindah kamar," ujarnya.
Ia berharap, memperbaiki kinerja Hakim Agung, perbaiki dari segi perilaku. Ia bahkan meminta dilakukan penilaian kinerjanya.
"Tentunya evakuasi ini dilakukan oleh yudisial, untuk menjaga martabat Kehakiman. Harus transparan dan indepensinya dikuatkan. Memperbaiki kinerja tentunya terkait standar etik yang lebih tinggi. Hakim Agung adalah wakil Tuhan, kalau kita cuma wakil rakyat," katanya. (Webtorial)