SMA di Tengah Hutan Ini Sudah Pakai Absen Sidik Jari
- VIVA.co.id/Mitra Angelia
VIVA.co.id – Sekolah Menengah Atas (SMA) Bina Putera dikenal juga dengan sekolah alam, sebab SMA ini terletak di tengah hutan di Kampung Sebe Karamat, Desa Rancasumur, Kecamatan Kopo, Kabupaten Serang. Setengah dari total jam belajar digunakan untuk praktikum terjun ke lapangan.
“Di kelas hanya sampai 11.30 (WIB), Salat Dzuhur berjamaah, praktikum siang, (misal) biologi ke alam, ada kebun, kandang kambing, kandang kerbau, bikin tahu, tempe,” ujar Akhmad Supriyatna Ketua Yayasan Lembaga Pendidikan dan Pengembangan SDM (LPPSDM) Bina Putera Utama kepada VIVA.co.id saat ditemui di SMA Bina Putera.
Tidak hanya beternak dan berkebun, para siswa juga diajari menjahit. Dampak positif seluruh praktikum terapan mata pelajaran para siswa tersebut, mereka bisa menghasilkan uang. Bahkan, yang tidak banyak diketahui orang, salah satu brand fesyen, Sophie Martin asal Paris, salah satu produknya adalah hasil karya siswa SMA tersebut.
“Kita kelola oleh koperasi dan itu menghasilkan uang untuk mereka. Kita bantu marketing, (dari mereka), bikin tas Sophie Martin,” kata Yatna.
Meski terletak di tengah hutan, ternyata SMA Bina Putera ini sudah menerapkan teknologi kepada para siswanya, Yatna bercerita, mereka sudah menerapkan sistem absen menggunakan screen finger atau absen sidik jari dan scanning nilai. “Kita punya WiFi, penggunaan teknologi kita optimalkan,” kata dia.
Jika dilihat, dari penerapan mata pelajaran sekolah ini, terkesan seperti Sekolah Menengah Kejuruan, tapi Yatna mengaku, seluruh mata pelajaran yang mereka pakai tetap menggunakan kurikulum pemerintah.
Sekolah ini juga tidak memaksakan siswanya untuk membayar uang sekolah. Yatna mengatakan, memang latar belakang sekolah ini didirikan adalah untuk membantu masyarakat di sekitar sana yang putus sekolah selepas Sekolah Menengah Pertama (SMP).
LPPSDM Bina Putera Utama merupakan yayasan yang dirintis Yatna untuk membantu mencari pendanaan untuk SMA Bina Putera.
“Saya asli dari sini, dan saya melihat mindset orang itu tidak sekolah, lulus SMP. Perempuan nikah, laki-laki jadi kenek,” kata dia.
Sekolah menerapkan uang SPP untuk siswa sebesar Rp50 ribu per bulan tapi jika siswa tersebut tidak mampu, maka tidak diwajibkan untuk membayar. “Dari 260 siswa, yang bayar tidak sampai separuh,” ungkapnya.
Yatna mengatakan, melalui yayasan, SMA Bina Putera banyak dibantu oleh Yayasan Baitul Mal BRI, dan yayasan lainnya. Bantuan juga mengalir dari pemerintah melalui dana BOS.
Diketahui, SMA Bina Putera sudah berdiri sejak 2003, artinya sudah ada 11 angkatan. Yatna mengatakan, siswa yang lulus sudah ada sekitar 600 siswa. Dari total yang telah lepas, sekitar 60-an siswa yang melanjutkan ke jenjang Perguruan Tinggi.
Dan sebagian dari yang kuliah tersebut, masih mendapat bantuan dari sekolah dan Kementerian Agama. “Kita juga banyak dibantu donator perorangan,” katanya.
Yatna menambahkan, soal area sekolah tersebut merupakan hibah tanah dari masyarakat, dari awalnya satu hektar hingga kini sudah tiga hektar.
Siswa SMA Bina Putera telah berhasil membuat siswanya menciptakan inovasi-inovasi tepat guna, seperti Pengawet Tahu Alami (Palata) dengan merk BioPresv dan inovasi membuat tempe ‘Hemat Energi’