Kisah Siswa SMA Penemu Pengganti Formalin
- VIVA.co.id/Mitra Angelia
VIVA.co.id – Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Bina Putera, Kopo, Serang, Banten, telah menciptakan bahan pengawet alami sebagai pengganti . Pengawet alami tahu (Palata) yang dinamai dengan BioPresv itu kini sedang menunggu izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan sudah didaftarkan untuk dipatenkan.
Terkait dengan temuan siswa tersebut, Akhmad Supriyatna, Ketua Yayasan LPPSDM Bina Putera Utama, yang membina SMA Bina Putera berharap temuan itu dipakai oleh para pengusaha tahu.
"Kita harap pabrik tahu tidak menggunakan lagi," ujar Yatna kepada VIVA.co.id saat ditemui di SMA Bina Putera, Serang, Banten, Selasa, 24 Mei 2016.
Yatna mengatakan, untuk menciptakan pengawet alami itu, bukan hal yang mudah. Siswa SMA Bina Putera harus membujuk pembuat tahu untuk bisa diajak kerja sama.
Yatna bercerita dia bersama para siswa dan Parno, seorang pengusaha tahu di wilayah Cisoka, Banten, akhirnya sepakat untuk menguji bahan pengawet pengganti tersebut.
Ternyata Parno telah menggunakan formalin sebagai pengawet tahunya sejak 1976. Tapi, lambat laun, Parno menyadari akan bahaya dari formalin. Aakhirnya, dia bersedia dijadikan 'kelinci percobaan' untuk riset Palata. Yatna mengatakan, dengan bantuan Parno, pengujian selama satu tahun pun berhasil.
"Pak Parno ini yang bantu. Ada biangnya, kami kasih (dicobakan bikin tahu), tidak berhasil dikembalikan lagi, dan kami cari terus (pengawet alaminya)" kata Yatna.
Setelah bahan pengawet buatan siswa tersebut berhasil, akhirnya mereka menamai pengawet Palata dengan BioPresv. Perjuangan tak berhenti begitu mereka bisa menamai temuan mereka.
Ditolak beberapa kali
Tahap perjuangan selanjutnya yakni memperoleh izin edar BioPresv. Yatna mengatakan, awal mula mereka mengujikan BioPresv ke Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat, tapi permintaan mereka ditolak mentah, karena produk siswa SMA ini dianggap bukan ranah Dinkes.
Tak patah semangat, kemudian mereka meminta izin edar ke Balai POM Serang. Sayangnya, pengawet alami karya siswa itu pun merasa kebingungan. Balai POM itu bingung BioPresv masuk ke kategori apa. Selanjutnya, Balai POM merekomendasikan BioPresv diajukan ke Badan POM. Jalannya pun tak mulus, lembaga pengawas obat dan makanan itu juga kebingungan memasukkan kategori temuan siswa tersebut.
"Akhirnya, Badan POM bikin pengujian uji toksisitas Akut dan Subkronis," ujar Yatna.
Meski demikian, Yatna meminta Badan POM agar membantu dalam hal pendanaan keseluruhan uji tersebut.
Gayung pun bersambut. Badan POM mengusulkan agar temuan BioPresv dipatenkan dahulu, sambil menunggu izin edar dikeluarkan. Meski izin edar belum keluar, tapi Badan POM membolehkan pengawet alami tahu itu diedarkan secara business to business (B to B).
"Jadilah Pak Parno yang menyebarkan ke teman-teman," kata Yatna.
Terkait dengan distribusi BioPresv, Parno mengaku telah menyebarkannya kepada 14 produsen tahu yang ada di Pondok Gede, Depok, Parung, Bekasi hingga Pontianak. "Saya enggak takut rugi, yang penting teman-teman bisa pakai," ucap Parno. (ase)