KPPU Akan Panggil Lion Air Soal Tarif Bawah Tiket
- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan menyelidiki operator penerbangan Lion Air jika menghentikan penerbangan ke sejumlah rute tanpa alasan yang jelas.
Ketua KPPU, Syarkawi Rauf, mengatakan hal itu bisa dipandang sebagai abuse of dominant position atau penyalahgunaan posisi dominan di pasar mengingat penguasaan pasar Lion Air yang sangat besar di industri penerbangan dalam negeri.
Dia menjelaskan, menurut ketentuan UU Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, pelaku usaha yang menguasai pasar di suatu industri tidak boleh memanfaatkan posisi dominannya untuk menahan pasokan ke pasar yang menyebabkan kelangkaan barang dan membuat harga menjadi naik secara eksesif (sangat tinggi).
Syarkawi menuturkan, KPPU mendukung langkah Kementerian Perhubungan menertibkan operator yang bermasalah, apa lagi industri penerbangan di seluruh dunia adalah industri yang highly regulated atau regulasinya sangat ketat.
"Kami mengimbau agar operator penerbangan, seperti Lion Air yang menguasai pasar penerbangan, khususnya low cost carrier atau penerbangan berbiaya murah di Indonesia, bahkan di sejumlah rute dapat dianggap sebagai monopoli, untuk tidak melakukan langkah yang mengarah ke praktik persaingan tidak sehat dan merugikan konsumen," katanya, seperti dikutip dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 24 Mei 2016.
Hapus tarif bawah
Selain itu, KPPU juga mengimbau Kemenhub untuk menghapus tarif bawah tiket penerbangan.
Menurut Syarkawi, fakta menunjukkan bahwa selama implementasi tarif bawah sekitar 30 persen dari harga tiket tertinggi di setiap rute tidak mengurangi pelanggaran standar operasi di industri penerbangan.
Bahkan, katanya penerapan tarif bawah tiket penerbangan menyebabkan berkurangnya penumpang ke sejumlah rute.
"Penerapan tarif bawah telah membuat pertumbuhan jumlah penumpang menjadi melambat. Khusus untuk beberapa daerah pariwisata, penerapan tarif bawah tiket penerbangan telah menurunkan pertumbuhan ekonomi di daerah bersangkutan," ungkapnya.
Dia menuturkan, apalagi menjelang Ramadan dan Idul Fitri, diharapkan pertumbuhan penumpang tinggi. Namun,
dengan tarif bawah membuat ongkos penerbangan menjadi mahal dan menghambat pertumbuhan penumpang pesawat udara.
Dia menjelaskan, tidak hanya itu, penerapan tarif bawah menghambat persaingan di industri penerbangan dan menciptakan inefisiensi di industrinya.
"Lemahnya persaingan dapat menyebabkan kesemrawutan di industri penerbangan. Sebagai ilustrasi saja, negara Amerika Serikat yang industri penerbangan domestiknya sangat maju memiliki jumlah pembelian lebih dari satu miliar tiket. Sementara penduduk Amerika Serikat hanya sekitar 350 juta. Data ini menunjukkan bahwa setiap satu orang penduduk Amerika Serikat membeli kurang lebih tiga kali tiket pesawat per tahun," ujarnya.
Dia memaparkan, jika dibandingkan dengan Indonesia yang penduduknya sekitar 250 juta, maka setidaknya dalam jangka panjang, pembelian tiket di Indonesia mencapai sekitar 750 juta kali.
"Artinya, setiap satu orang penduduk Indonesia membeli tiga kali tiket penerbangan. Saat ini jumlah pembeli tiket di Indonesia hanya sekitar 65-70 juta. Angka ini masih jauh dari ideal jika kita menggunakan industri penerbangan Amerika Serikat sebagai benchmark atau patokan," ujarnya.
Dia menambahkan, Indonesia harus menggenjot pertumbuhan penumpangnya beberapa kali lipat jika ingin mengejar angka, paling tidak 250 juta pembelian tiket per tahun dalam 10 tahun ke depan. Di mana setiap satu orang penduduk Indonesia satu kali membeli tiket dalam setahun.
Namun, ungkapnya, harapan itu tidak bisa tercapai dalam jangka menengah akibat regulasi Kemenhub yang tidak pas dengan menetapkan tarif bawah industri penerbangan.
Justru pemerintah harus melajukan law enforcement yang tegas, seperti yang dilakukan terhadap Lion Air untuk
menjamin keselamatan industri penerbangan, bukan dengan cara menerapkan tarif bawah.
"Seolah-olah tarif tinggi dapat menjamin safety di industri penerbangan. Seolah-olah tarif rendah mengakibatkan berkurangnya SOP (standard operating procedure) di industri penerbangan," ujarnya.
Namun, faktanya sebaliknya, tidak ada hubungan antara safety atau keamanan penerbangan dengan tarif, tetapi justru yang terpenting adalah penegakan hukum tanpa pandang bulu terhadap setiap pelanggaran keselamatan penerbangan oleh operator.