Rupiah Diprediksi Lanjutkan Pelemahan
- ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma
VIVA.co.id – Laju perdagangan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sepertinya masih sulit untuk kembali melaju ke zona hijau, lantaran minimnya sentimen positif.
Analis NH Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada, mengatakan bahwa rupiah diperkirakan bergerak seperti sepanjang pekan lalu, setelah dirilisnya angka neraca pembayaran Indonesia yang kembali mengalami defisit, ditanggapi negatif oleh pelaku pasar.
Dari sisi eksternal, meski laju harga minyak masih mengalami kenaikan sehingga dapat mengimbangi laju dolar Amerika Serikat, namun tidak cukup membuat laju dolar AS tertahan karena pelemahan yen dan yuan.
Seperti diketahui pelemahan yen dan yuan terjadi seiring rencana pelonggaran moneter ekonomi Jepang dan masih adanya kekhawatiran daya dukung ekonomi Tiongkok.
"Berbeda dengan laju IHSG (indeks harga saham gabungan) yang sudah mulai mengalami kenaikan meski masih dipertanyakan seberapa kuatnya IHSG bertahan naik, nilai tukar rupiah kurang lebih masih sama seperti pergerakan sebelumnya, di mana berada di zona merah," kata Reza kepada VIVA.co.id, di Jakarta, Senin, 23 Mei 2016.
Reza menuturkan, pernyataan bahwa The Fed mempertimbangkan akan menaikkan suku bunganya pada Juni jika data-data AS semakin membaik, telah mengangkat dolar AS dan berimbas negatif pada sejumlah mata uang lainnya, termasuk rupiah.
"Sebelumnya kami sampaikan masih adanya sentimen dari The Fed tersebut mengurangi kesempatan rupiah untuk dapat berbalik menguat. Akibatnya laju rupiah masih menyimpan potensi pelemahan lebih lanjut," tuturnya.
Reza mengatakan, pergerakan nilai tukar mata uang Garuda terhadap dolar AS hari ini akan bergerak di kisaran Rp13.569 hingga Rp13.588 per dolar AS.