Kenapa Gaji di Singapura 9 Kali Lebih Besar Dibanding RI?
- U-Report
VIVA.co.id – Di era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) menuntut masyarakat khususnya para pekerja untuk lebih meningkatkan kemampuannya agar dapat bersaing dengan pekerja global di kawasan Asean. Kemampuan berbahasa, terutama bahasa Inggris menjadi penting sebagai bekal utama dalam menghadap pasar bebas.
Center Director EF English First Mahardika Halim mengungkapkan, tren peningkatan kemampuan bahasa Inggris di Indonesia cukup baik dari tahun ke tahun. Menurutnya, kemampuan berbahasa akan berbanding lurus dengan pendapatan.
"Data mengatakan, kemampuan bahasa Inggris dapat meningkatkan daya saing. Negara yang kemampuan pekerjanya dalam berbahasa Inggris baik, pendapatan perkapitanya langsung naik," kata dia di Jakarta, Jumat, 20 Mei 2016.
Jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, kata Mahardika, pendapatan yang dihasilkan pekerja Singapura dapat mencapai delapan hingga sembilan kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan pekerja di Indonesia. Hal tersebut akibat dari minimnya kemampuan berbahasa para pekerja tanah air.
"Indonesia ada di urutan 27 termasuk di posisi menengah, tapi kalah dengan India, Malaysia, Singapura dia atas. Indonesia ada peningkatan 0,17 persen. Lamanya pendidikan (Bahasa Inggris) orang 7,5 tahun. Sedangkan Singapura 10 tahun," tuturnya.
Saat ini setiap lowongan pekerjaan di kota-kota besar membutuhkan calon pekerja yang dapat berkemampuan bahasa Inggris aktif. Terutama untuk pekerjaan profesional seperti konsultan, manufaktur, perdagangan, teknologi informasi, bankir, dan berbagai profesi lainnya.Â
"Tahun lalu ada 31.956 lowongan, 27 persen dari pekerjaan yang diiklankan, harus bisa bahasa Inggris. Kalau di lihat kota-kita besar Indonesia khususnya di Jakarta, lowongan yang membutuhkan pekerja berkemampuan bahasa Inggris aktif ada 42 persen," ujarnya.
Mahardika menilai, adanya kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tanpa adanya kenaikan produktifitas atau kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) akan berdampak buruk bagi negara. "Kalau tren berlanjut, akan kalah dengan negara tetangga," kata dia. Â