Pemberantasan Korupsi Butuh Kerja Sama Internasional
VIVA.co.id – Pemberantasan korupsi di suatu negar mutlak membutuhkan dukungan kerja sama internasional. Perlu ada kolaborasi yang seirama dengan negara-negara lain yang tidak terbatas hanya pada penegakan hukum.
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menegaskan hal tersebut di Lancaster House, London, Inggris dalam pertemuan KTT Anti-Korupsi (UK Anti-Corruption Summit), Kamis 12 Mei 2016. Fadli berbicara dalam kapasitanya sebagai Presiden Global Organization of Parliamentarians against Corruption (GOPAC).
“Ada beragam pihak yang dapat mendorong dan membantu upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi. Masyarakat sipil misalnya, dapat memperkuat sistem whistleblower dan mekanisme untuk melindungi sang whistleblower-nya. Kolaborasi data terbuka, juga dapat mendorong pengawasan oleh publik semakin kuat,” ujar Fadli.
Sehari sebelumnya, Fadli juga mendapat kehormatan memenuhi undangan mengikuti Tackling Corruption Together, sebuah konferensi yang membincang korupsi bagi masyarakat sipil, pemerintah, dan juga kalangan bisnis, yang digelar oleh Commonwealth Secretariat, di Marlborough House, London. Dalam konferensi tersebut, beragam komunitas masyarakat sipil internasional, bisnis, dan juga pemerintah, serta akademisi hadir untuk bertukar pandangan mengenai upaya kolaborasi pemberantasan korupsi ke depan.
Mereka juga menjadi agenda penting dalam penyelenggaraan KTT Anti-Korupsi di London tersebut. Sejumlah pembicara dari organisasi internasional seperti OECD, UN Office on Drugs and Crime (UNODC), Kantor Presiden Meksiko, Presiden Nigeria, hingga LSM Internasional seperti Transparency Internasional, Global Witness, Oxfam, maupun kalangan bisnis seperti Vodafone, Barclays Bank, terlibat dalam konferensi tersebut.
Hal yang menjadi sorotan adalah pentingnya perusahaan mengekspose penerima manfaat utama (beneficial ownership) dari beragam aktivitas bisnis yang ada. Ini untuk menghindari keberadaan perusahaan-perusahaan cangkang yang hanya dapat menjadi sarana penghindaran pajak maupun pencucian uang. Kasus Panama Papers menegaskan pentingnya rezim public registry atas hal tersebut.
“Dalam kesempatan tersebut, GOPAC berdiskusi dengan sejumlah kalangan masyarakat sipil internasional seperti TI hingga Not In My Country, sebuah LSM internasional yang menangani korupsi melalui aplikasi berbasis teknologi. Kami berbicara mengenai kemungkinan kolaborasi ke depan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi,” kata politisi Partai Gerindra itu.
Secara spesifik, Direktur Eksekutif Not In My Country, Roey B Rosenblith, tertarik berkolaborasi dengan dunia maya dalam mengungkap kasus korupsi dan membangun skema whistleblowing di Indonesia. Indonesia, menurutnya, memiliki pengguna dunia maya yang sangat besar dan bisa menjadi kekuatan untuk pencegahan dan pemberantasan korupsi. Dan Not In My Country merintis aplikasi crowd source anti-corruption di sejumlah negara.
Fadli menyambut baik ketertarikan Not In My Country untuk berdiskusi lebih jauh mengenai prospek kerja sama yang dapat didorong. “Kami tertarik untuk mengembangkan platform serupa bagi kalangan legislator. GOPAC Indonesia dapat diperkenalkan terlebih dahulu terhadap platform tersebut,” ujar dia.
Ada empat usulan yang berkembang dalam KTT tersebut. Satu diantaranya adalah pembentukan International Anti-Corruption Coordination Center for Law Enforcement (IACCC), sebuah organisasi pusat yang akan memperkuat koordinasi penanganan hukum lintas jurisdiksi. Beragam usulan tersebut menjadi pembahasan lebih lanjut dalam KTT di tengah ramainya isu publik mengenai Panama Papers. (www.dpr.go.id)