DPR: Yang Dihukum Itu Perilaku Seksual, Bukan Hasrat Seksual
VIVA.co.id – Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanul Haq mengatakan bahwa dirinya mencoba memahami kegeraman kita kepada kejahatan seksual yang sudah pada tahap luar biasa.
"Saya ingin menyatakan bahwa produk regulasi kita dilandasi oleh rasionalitas, jangan emosionalitas. Harus berlandaskan prinsip-prinsip hak asasi manusia, kita tidak boleh reaktif tapi proaktif," ujarnya saat diwawancarai, Selasa 17 Mei 2016.
Menurut Maman, Perppu Kekerasan Seksual Terhadap Anak harusnya dibicarakan dulu ke banyak pihak. Walaupun ini memang bentuk respon "positif".
"Ketika ada kalimat pemberatan kepada para predator itu dengan cara kebiri, maka masih banyak yang harus diperbaiki. Bagaimana mekanisme kebiri itu, ada tidak anggaran untuk kebiri itu? Jangan-jangan untuk suntikannya tidak ada. Selanjutnya efek negatif dan efek sampingnya," ujar Politisi PKB ini.
Ia juga menuturkan, bahwa orang-orang yang dikebiri justru kalau dia keluar akan lebih ganas.
"Yang dihukum itu adalah perilaku seksual, bukan hasrat seksual. Sedangkan kebiri itu membunuh hasrat seksual, itu hal yang berbeda. Oleh sebab itu DPR lebih menginginkan mempercepat pembahasan tentang RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Saya meminta dan teman-teman agar masuk lima besar dalam Prolegnas Prioritas, kan sekarang di nomor urut 164," ujarnya.
Ia menambahkan, kemudian menggali akar bahwa ada ketahanan keluarga yang lemah. Ada juga implementasi hukum aparat yang tidak maksimal. Bahwa 70 persen proses hukum ternyata didroping tidak dilanjutkan.
"Kita mendesak agar kurikulum pendidikan seksual yang sehat itu masuk. Sama juga kita serius masalah pronografi dan miras, ini lebih penting ketimbang kita emosional mendukung Perppu," katanya.
Terkait Revisi UU Perlindungan Anak, hendaknya harus duduk bersama kemudian membahas apapun yang berkaitan dengan perlindungan anak untuk direvisi.
"Revisi UU Perlindungan anak, percepatan RUU PKS, yang pornografi dan menguatkan yang di Menkominfo. Jadi ini integralistik tidak parsial. Tidak sekedar kita butuh payung hukum kemudian implementasinya lemah," katanya. (webtorial)