Sinergi P2TP2A dan Dinas Syariah Cegah Pornografi di Aceh

Anggota Komisi VIII DPR RI Rahayu Saraswati Dhirakarya Djojohadikusumo
Sumber :

VIVA.co.id – Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Aceh perlu bersinergi dengan Dinas Syariah Aceh untuk bahu-membahu menangkal maraknya penyebaran pornografi dan narkoba. Demikian diungkapkan Anggota Komisi VIII DPR RI Rahayu Saraswati Dhirakarya Djojohadikusumo, saat kunjungan kerja ke Kantor P2TP2A Provinsi Aceh baru-baru ini.

Roman WN Ukraina Tak Terkait Freddy Pratama, Brigjen Mukti: Thailand Surga Pelarian

Dirinya cukup prihatin karena ketika membicarakan anak-anak muda Aceh kerapkali identik dengan ganja, sementara kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak juga masih cukup tinggi. Faktor tingginya penyebaran dan pemakaian narkoba (ganja) di kalangan anak muda Aceh tentu bisa menjadi pemicu maraknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak-anak.

“Konseling kejiwaan bagi para korban kasus kekerasan dan pelecehan seksual serta program rehabilitasi para pecandu narkoba sudah menjadi kebutuhan mendesak untuk menekan penyebarannya,” kata Rahayu.

Danpuspom TNI Sebut Ada 254 Anggota Dipecat Buntut Terlibat Kasus Narkoba

Politisi Gerindra ini juga menekankan bahwa pemahaman akan bahaya (efek negatif) teknologi informasi melalui berbagai media sosial (medsos) yang mengandung konten pornografi, cyber sex, faham radikal serta aliran sesat tidak hanya ditujukan kepada anak-anak, tapi orang tua juga perlu mendapat pembelajaran.

Butuh solusi kreatif misalnya melalui pendidikan kesehatan untuk meredam dampak dari pergaulan bebas, dengan menjelaskan risiko tertular berbagai penyakit berbahaya seperti HIV AIDS jika melakukan seks pranikah secara tidak bertanggung jawab. Ia mencontohkan, di Pakistan yang notabene juga mayoritas muslim dengan pakaian tertutup (hijab) namun kasus pemerkosaan di sana juga tinggi.

Puluhan Bule Pesta Seks di Canggu, yang Hadir Lewat Undangan Khusus dan Wajib Membayar

“Ini artinya gaya berpakaian masyarakat tidak sepenuhnya bisa menjamin dari ancaman kasus pemerkosaan, jika berbagai sumber pemicu seperti pornografi di media sosial dan narkoba tidak secara serius dibendung dan diberantas,” ujar Politisi Dapil IV Jateng ini.

Senada dengannya, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ledia Hanifa Amaliah menyoroti maraknya kasus orang tua menelantarkan anak-anak terutama di daerah-daerah miskin. Oleh karenanya peran P2TP2A sangat strategis dalam rangka memberikan ketrampilan perempuan-perempuan yang hidup di kantong-kantong kemiskinan.

“Jika para perempuan ini diberi keterampilan yang cukup, maka bisa membantu para suami menghidupkan roda perekonomian keluarga sehingga kasus menelantarkan anak bisa diredam,” ujar Ledia.

Politisi PKS ini juga berharap P2TP2A Provinsi Aceh lebih proaktif turun ke lapangan melakukan pendekatan-pendekatan ke daerah rawan kemiskinan tanpa harus menunggu adanya laporan kasus dari masyarakat.

“Saya yakin para korban kasus kekerasan dan pelecehan seksual perempuan dan anak ini masih banyak yang tidak berani melaporkan kasusnya di luaran sana, karena selain ini menjadi aib keluarga, seringkali pola penyelesaian kasusnya hanya dengan cara kekeluargaan saja tidak sampai ke ranah hukum,” kata Ledia.

Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP3A) Aceh, Dahlia didampingi Ketua P2TP2A Aceh Dian Marina mengungkapkan penerapan syariah Islam di bawah pengawasan Dinas Syariah Aceh perlahan tapi pasti mampu berkontribusi menurunkan angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

“Secara umum masyarakat Aceh mendukung penerapan syariah, terlihat dengan kian diminatinya PAUD IT, gerakan shubuh berjamaah oleh berbagai kelompok masyarakat juga makin ramai, sedangkan pertentangan (penolakan) syariah lebih banyak muncul dari luar Aceh,” ujar Dahlia.

Dahlia menjelaskan, berdasarkan data kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap anak di Aceh tahun 2015 lalu mencapai 16 kasus, sedangkan sampai bulan April 2016 sudah terjadi 3 kasus. Sedangkan KDRT terhadap perempuan tahun 2015 mencapai 47 kasus, dan sampai bulan April 18 kasus. Kasus pemerkosaan tahun 2015 lalu juga masih terbilang tinggi mencapai 15 kasus. (www.dpr.go.id)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya