PETA Buka Toko Fesyen Berisi Daging dan Darah Palsu Binatang
- PETA Asia
VIVA.co.id – Organisasi Pencinta Binatang atau PETA membuat fesyen, seperti jaket, tas, ikat pingang dan dompet yang berisi daging, darah dan jantung palsu binatang. Ini dilakukan sebagai upaya mereka untuk menghentikan para pencinta fesyen mewah membeli produk yang terbuat dari kulit dan bulu binatang dan kekejaman terhadap binatang.
Peta Asia bersama dengan agensi iklan Ogilvy & Mather di Bangkok melakukan kampanye, dengan membuka
toko fesyen berbahan kulit di sebuah mal prestisius di Bangkok, Thaliand. Di toko palsu tersebut mereka juga menyembunyikan video untuk merekam reaksi pembeli yang datang ke toko dan melihat koleksi yang dipamerkan.
Wakil Presiden PETA Asia, Jason Baker mengatakan bahwa setiap tahunnya ada ratusan ribu reptil yang secara kejam dipukul dan dikuliti hidup-hidup. Itu semua dilakukan demi membuat sepatu, ikat pinggang dan tas berharga wah.
"Toko PETA ini untuk mengingatkan pembeli bahwa satu-satunya cara untuk mencegah produk kekejaman tersebut berada di lemari adalah memilih pakaian, sepatu dan aksesori vegan," katanya, seperti dilansir dari Daily Mail.
PETA Asia mennyebutkan bahwa di Thaliand, buaya diternakkan dengan cara tidak manuasiawi. Buaya tersebut ditempatkan dalam satu kolam sebelum menjadi sasaran pembantaian, seperti ditembak atau dipalu untuk menghancurkan tulang punggung, yang bisa menyebabkan kelumpuhan.
"Beberapa dikuliti hidup-hidup. Dan untuk membuat tas, biasanya membutuhkan buaya tidak hanya satu, tapi empat buaya," ujarnya.
Thailand memiliki peternakan buaya terbesar di dunia, dengan sekitar 700 ribu buaya dibunuh setiap tahunnya. Selain buaya, ular juga mengalami nasib sama. Setiap tahunnya, sekitar 440 ribu ular yang ditangkap di hutan Asia bagian selatan-timur akan digantung, dipenggal, kemudian dikuliti.
PETA menjelaskan, beberapa rahang buaya dipaksa terbuka, selang dimasukkan ke dalam rongga tubuh, kemudian diisi air hingga penuh, sehingga kulitnya menjadi lebih mudah untuk dikupas, bahkan ketika ular itu masih hidup. Banyak dari kulit buaya dan ular diekspor atau digunakan di Asia untuk membuat barang-barang kulit mewah untuk rumah mode di Eropa, Amerika Utara dan Australia.
Direktur Kreatif Ogilvy & Mather, Puripong Limwanatipong mengatakan bahwa ide ini untuk membuat konsumen sadar bahwa setiap produk dari bahan kulit binatang menyebabkan hewan menderita dan mengalami kematian yang mengerikan.
"Dengan membuat pembeli sadar terhadap kekejaman di balik industri bahan kulit yang eksotis, kami berharap dapat memberi perubahan untuk menyelamatkan kehidupan binatang," katanya.